PUT ISLAM IN AND ON, IN YOUR HEART AND ON EVERYTHING

Senin, 12 Oktober 2009

Jihad fi Sabilillah

Asy Syaikh Asy Syahid Sayyid Quthb
Al-Imam Ibnul Qayyim, dalam bukunya Zadul-Ma`aad, bab "Sikap Islam terhadap Orang-orang Kafir dan Munafik sejak Awal Kenabian Rasulullaah hingga Wafatnya , meringkas pengertian jihad dalam Islam sebagai berikut.

"Ayat pertama yang diwahyukan Allah adalah perintah untuk membaca dengan nama Tuhannya Yang telah mencipta. Dan, ini merupakan awal kenabiannya. Lalu, Allah memerintahkan agar membaca dalam dirinya 'serulah', mewahyukan kepadanya: 'bacalah', menggugahnya dengan 'wahai orang yang berselimut'. Kemudian, Ia memerintahkan agar ia menyeru kerabat dekatnya, lalu kaumnya, lalu orang-orang Arab disekitarnya, lalu orang-orang Arab seluruhnya, dan terakhir seluruh dunia.

Rasulullaah menyeru selama beberapa belas tahun tanpa peperangan dan tanpa memungut jizyah. Ia pun diperintahkan untuk bertahan, bersabar, dan selalu memaafkan musuh-musuhnya. Kemudian, ia diizinkan untuk berhijrah dan berperang. Lalu, ia diperintahkan untuk memerangi orang yang memeranginya dan membiarkan orang kafir yang tidak mengusik dakwahnya. Kemudian terakhir, ia diperintahkan untuk memerangi semua orang-orang musyrik, sampai agama Allah itu dapat ditegakkan.

Lalu, tatkala surah al-Bara`ah (at-Taubah) turun menjelaskan status bagi setiap kelompok ini, ia diperintahkan untuk memerangi musuh-musuhnya dari golongan orang-orang ahlul-kitab, sampai mereka meyerahkan jizyah atau masuk Islam. Ia juga diperintahkan untuk melakukan jihad terhadap orang-orang kafir dan munafik yang keras hati. Memerangi orang-orang kafir dengan pedang dan tombak. Memerangi orang-orang munafik dengan lisan dan logika. Ia juga diperintahkan untuk berlepas diri dari segala perjanjian yang ia buat dengan orang-orang kafir. Melemparkan kembali perjanjian ini kepada mereka.

Orang-orang yang mengadakan perjanjian dengan Rasulullaah (ahlul-`ahdi) ini terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama, orang-orang yang membatalkan perjanjian mereka, lalu memberontak dan mulai memerangi, Untuk kelompok ini, beliau diperintahkan untuk memeranginya. Kelompok kedua, mereka yang memiliki perjanjian sementara dan mereka menepatinya serta tidak mempunyai keinginan untuk memerangi. Maka, beliau pun diperintahkan untuk menyelesaikan perjanjian ini sampai waktunya. Dan kelompok ketiga, mereka yang tidak mengadakan perjanjian dengan Rasulullah, tetapi mereka tidak mengusik dakwah. Atau, mereka yang menginginkan perdamaian mutlak dan terus-menerus,. Untuk kelompok ini, Rasululllah diperintahkan untuk mentolelir mereka sampai empat bulan. Jika mereka tidak mau masuk Islam, beliau akan memeranginya.

Maka, dengan menerapkan tiga strategi ini (memerangi orang yang membatalkan perjanjian; membatasi sampai empat bulan orang-orang yang tidak mengadakan perjanjian dengannya, atau orang-orang yang memiliki perjanjian mutlak; menyelesaikan segala isi perjanjian dengan orang-orang yang menunaikan janjinya hingga batas waktu berakhirnya perjanjian itu) hasil yang dicapai adalah: mereka berbondong-bondong masuk Islam dan enggan berlama-lama dalam kondisi kekafiran mereka. Sedangkan, untuk orang-orang yang dilindungi ( ahludz-dzimmah ), mereka hanya dikenakan jizyah.

Dengan begitu, setelah turunnya ayat al-Bara`ah ini jelas sudah posisi orang-orang kafir di hadapan Rasulullah: orang-orang yang memeranginya, orang-orang yang mengadakan perjanjian, dan orang-orang yang dilindungi. Kemudian, orang-orang yang mengadakan perjanjian ini masuk Islam. Hingga orang kafir yang tersisa adalah orang-orang yang memerangi dan orang-orang yang dilindungi. Maka, penghuni bumi ini terbagi menjadi tiga kelompok: orang-orang muslim yang mukmin, orang-orang yang memerangi Islam dan selalu dalam keadaan takut, serta terakhir orang-orang yang tunduk dan berdamai dengan Islam.

Sedangkan, mengenai orang-orang munafik, Rasulullaah diperintahkan menerima kepura-puraan mereka dengan baik dan menyerahkan kepada Allah segala hal yang mereka sembunyikan. Rasulullaah hanya diminta untuk menghadapi mereka dengan ilmu dan logika, menghindarkan diri dari mereka, berkata-kata kepada mereka dengan bahasa yang baik dan benar. Ia juga dilarang sholat di tempat mereka ataupun menshalati mereka. Dan, jika ia meminta ampunan kepada Allah atas dosa mereka, sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doanya.

Demikianlah perjalanan hidup Rasulullaah bersama musuh-musuhnya: orang-orang kafir dan munafik."

Dari ringkasan yang padat mengenai fase-fase jihad di dalam Islam ini, tampak jelas ada beberapa ciri khas manhaj pergerakan agama ini, yang mesti kita perhatikan secara saksama, walaupun mungkin pembahasannya disini tidak dapat diuraikan secara terperinci.

Ciri pertama, realistis.

Manhaj ini merupakan formula pergerakan yang menyentuh langsung tatanan realitas kemanusiaan. Ia, dengan segenap perangkat yang dimilikinya, berupaya memberikan sokongan yang signifikan bagi eksistensi kemanusiaan yang riil ini. Ia juga berhadapan langsung dengan kejahiliahan yang terpersonifikasi dalam bentuk pandangan keyakinan, yang di satu sisi menjadi fondasi bagi bangun sistem institusi sosial dan pada sisi lain menjadi dasar hukum bagi keabsahan para pemegang kuasa abad ini.

Oleh karena itulah, Islam menghadapi semua realitas ini dengan segenap potensi yang dikandungnya. Dengan dakwah dan persuasi, ia berusaha meluruskan segala keyakinan dan padangan yang sesat ini. Dengan kekuatan dan jihad, ia berusaha meruntuhkan institusi jahiliah beserta penguasa yang bercokol didalamnya. Institusi dan penguasa yang selalu saja menjadi penghalang bagi kelancaran dakwah - sebagai upaya pelurusan keyakinan sesta yang berkembang pada saat itu,. Institusi dan penguasa yang memperbudak manusia secara paksa dan membabi buta.

Inilah pergerakan yang tidak hanya bercorak persuasif (dakwah) di hadapan kekuasaan materi yang pongah. Sebagaimana halnya ia juga bukan semata model pergerakan yang menggunakan kekuatan fisik (jihad) untuk menaklukkan sanubari manusia yang lembut. Kedua-duanya ( dakwah dan jihad ) adalah metode agama ini, yang ditujukan demi mengeluarkan manusia dari kubangan penuhanan hamba menuju penuhanan Allah semata.

Ciri kedua, progresif.

Ia merupakan pergerakan periodik yang terus berkembang secara berkesinambungan. Di setiap fase perkembangannya ada perangkat pendukung tertentu bagi kondisi dan kebutuhan realistisnya, di samping setiap fase ini merupakan kesinambungan dari fase sebelumnya. Dan, ia tidak menjawab segala tantangan realitas ini hanya dengan teori semata ataupun melewati setiap gase realistisnya ini secara kaku.

Banyak orang yang melakukan kesalahan fatal dalam menggambark konsep jihad di dalam agama ini. Walaupun mereka banyak mengutip ayat al-Qur`an untuk dijadikan landasan, tetapi mereka lalai terhadap ciri kedua manhaj ini. Mereka tidak mengerti dengan benar karakteristik fase-fase yang mesti dilalui manhaj ini, berikut hubungan antara ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur`an dengan setiap fase ini. Mereka telah mencemari manhaj agama yang suci ini. Mereka mengedepankan ayat-ayat Al-Qur`an yang sebenarnya tidak mengandung prinsip dan kaidah yang final. Mereka menganggap bahwa setiap teks Al-Qur`an merupakan teks final, yang menggambarkan kaidah finalagama ini. Mereka mengatakan secara mental dan akal, mereka telah dirasuki rasa pesimistis melihat fenomena umat Islam yang tidak mencerminkn keislamannya bahwasanya jihad di dalam Islam hanya sebagai tindakan defensif.

Yang lebih parah lagi, dengan mengatakan bahwa jihad di dalam Islam hanyalah tindakan defensif, mereka menganggap bahwa mereka telah mempertahankan citra baik agama ini, padahal tidak. Pada hakikatnya, mereka etlah meluluhlantakkan manhaj agam ini. Manhaj yang ditujukan untuk menghapus seluruh thagut (tirani) di muka bumi. Manhaj yang ditujukan untuk menundukkan manusia pada penghambaan total kepada Allah semata. Manhaj yang berupaya mengeluarkan manusia dari penuhanan manusia, tidak dengan pemaksaan, tetapi cukup dengan mendekatkan jarak antara manusia dan akidah ini. Tentu kondisi ini dapat dicapai setelah meruntuhkan struktur politik yang ada atau memaksanya untuk membayar jizyah dan mengumumkan penyerahannya. Membiarkan akidah ini tersebar dan membebaskan setiap manusia untuk memilih, memeluk keyakinan ini atau tidak.

Ciri ketiga, terpola dan memiliki tujuan yang jelas.

Pergerakan periodik sistemis ini - berikut perangkat pendukungnya yang selalu mengikuti semangat zaman mesti sealur dengan pola dan tujuan yang telah digariskan. Ia sejak awal menempuh satu pola dakwah yang tetap, baik itu terhadap kaum kerabat Rasulullaah, Quraisy, bangsa Arab, maupun dunia secara keseluruhan, Menuntun mereka pada pencapaian satu tujuan final, yaitu penghambaan kepada Allah secara ikhlas. Keluar dari penghambaan di hadapan hamba, tanpa dapat ditawar-tawar lagi.

Kemudian, pada tahap berikutnya, berupaya mewujudkan (satu-satunya) tujuan ini dalam langkah-langkah yang tersusun rapi secara periodik. Dalam setiap periode ada perangkat yang selalu terbarukan, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.

Ciri keempat, pro perdamaian dan sesuai de ngan aturan legal.

Syariat Islam telah memaparkan bagaimana pola hubungan antara kemasyarakatan muslim dan masyarakat-masyarakat lainnya sebagaimana yang telah diringkas secara apik di dalam Zadul-Ma`aad. Hubungan ini didasarkan pada anggapan bahwa Islam (berserah diri kepada Allah semata) merupakan prinsip universal, yang mesti dituju oleh seluruh manusia, tanpa terkecuali. Atau dengan pengertian lain, manusia, siapa pun adanya, tidak boleh menghalang-halangi dakwah kepada Islam ini, sebab ia merupakan prinsip universal yang harus ditolelir keberadaannya. Maka, umat manusia harus berdamai dengan Islam. Jangan melakukan hambatan bagi dakwah ini, baik itu secara politik maupun kekuatan materiil yang sengaja dilakukan untuk memblokade manusia dari komunikasinya dengan Islam. Dakwah Islam ini harus diberi kesempatan untuk sampai kepada setiap individu. Individu inilah yang bebas menentukan pilihannya: menerima atau tidak. Namun, jika seorang individu melakukan tindakan-tindakan yang menentang Islam, Islam mau tidak mau akan memeranginya hingga ia terbunuh atau menyerah.

Orang-orang yang menderita kekalahan secara mental dan akal, yang menulis buku Jihad menurut Islam dengan tujuan melakukan tindakan pembelaan atas "tuduhan" ini, telah mencampuradukkan antara manhaj agama suci ini, yang terwakili oleh teks yang menyatakan tidak ada pemaksaan akidah bagi manusia dan antara manhaj agama ini dalam menghancurkan kekuatan politik materiil yang menjadi penghalang sampainya Islam kepada manusia. Kekuatan politik yang mengekalkan perbudakan manusia di hadapan manusi lain dan menghalang-halangi mereka dari penghambaan kepada Allah.

Kedua perkara ini sebenarnya tidak saling berkaitan sama sekali dan memang, bagaimanapun juga, keduanya tidak dapat dikaitkan. Namun, mereka, demi menampilkan kesan bahwa keduanya memiliki kaitan yang erat - dan terutama, karena didorong oleh rasa inferioritas mereka - berupaya menyimpulkan jihad menurut Islam ke dalam apa yang mereka namakan sekarang ini dengan "peperangan defensif".

Padahal, jihad di dalam Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan peperangan manusia dewasa ini. Ia bukan salah satu di antara sekian faktor penyebabnya. Ia juga tidak memberikan warna apa pun pada bentuknya. Yang menjadi faktor penyebab munculnya jihad dalam Islam adalah watak dasar agama Islam itu sendiri, perannya di muka bumi ini, berikut tujuan-tujuan mulia yang telah Allah tetapkan. Allah telah menyatakan untuk apa Ia mengutus Rasulullaah dengan risalah ini, menjadikannya Nabi yang terakhir, dan menjadikan risalah itu sebagai risalah yang terakhir pula.

Agama ini merupakan ikrar universal akan "pembebasan" manusia di muka bumi dari penghambaan manusia atas manusia lainnya. Dari penghambaan manusia terhadap hawa nafsunya juga yang merupakan salah satu dari sekian bentuk penghambaan manusia terhadap manusia lainnya. Ikrar ini ditempuh dengan mengumumkan secara tegas ketuhanan Allah semata dan kemanunggalan-Nya dalam mengurusi alam semata ini.

Ikrar bahwasanya "Allah semata Tuhan atas alam ini" memiliki pengertian : revolusi menyeluruh terhadap kekuasaan manusia dengan segenap bentuk, sistem, dan kondisinya. Revolusi total atas kesewenang-wenangan setiap pemerintahan manusia dengan segala bentuknya di seluruh muka bumi ini. Atau dengan ungkapan lain yang lebih bertenaga, Islam adalah sebugerakan pemberontakan yang bertujuan menghancurkan setiap pola hubungan antar manusia yang menuhankan sebagian di atas sebagian lainnya. Sebab, setiap sistem hukum yang didalamnya manusia dapat bertindak sewenang-wenang, bahkan ia sendiri menjadi sumber kekuasaannya, tidak lain merupakan tindakan penuhanan manusia atas manusia lainnya.

Ikrar ini juga berarti : mencabut segala kekuasaan Allah yang "dicuri" dan mengembalikannya kepada Allah. Memberangus para pencuri ini, yang memerintah manusia dengan syariat-syariat buatan mereka. Seolah-olah mereka ini adalah tuhan dan rakyat mereka adalah hamba mereka.

Dan hal ini, sekali lagi, berarti meruntuhkan kerajaan manusia dan mendirikan kerajaan Allah di muka bumi. Al-Qur`an menegaskan,
"Dan, Dialah Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (yang disembah) di bumi dan Dialah yang Maha bijaksana algi Maha Mengetahui" (az-Zukhruf:84)

"Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah aagma yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (Yusuf:40)

"Katakanlah : Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, 'Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (Ali Imran : 64)

Mendirikan kerajaan Allah di muka bumi ini bukan berarti menyelenggarakan pemerintahan di muka bumi, yang penyelenggaraannya diserahkan secara penuh kapada para agamawan, sebagaimana halnya yang terjadi di dalam kekuasaan Gereja. Ia juga tidak berarti memberikan legitimasi bagi orang-orang yang mengatasnamakan tuhan untuk memegang kendali pemerintahan, sebagaimana halnya di dalam sistem pemerintahan yang dikenal dengan sistem teokrasi, atau kerajaan ilahiah yang suci. Kerajaan Allah tidak akan tegak di tangan para agamawan ataupun orang yang mengatasnamakan tuhan ini. Ia hanya akan berdiri tegak dengan jalan mengedepankan syariat Allah sebagai kebijakan tertingginya. Menjadikan Allah sebagai rujukan utama segala persoalan yang timbul, sebagaimana yang telah Allah tetapkan di dalam syariat-Nya.

Mendirikan kerajaan Allah di muka bumi, berarti meruntuhkan kerajaan manusia serta mencopot segala "kekuasaan curian" ini dan mengembalikannya kepada Allah, menjadikan kedaulatan bagi syariat Allah semata dan membuang undang-undang buatan manusia. Semuanya itu tidak akan tercapai hanya dengan dakwah melalui lisan dan penjelasan yang panjang lebar. Para "pencuri kekuasaan" Allah di bumi ini belum tentu mau menyerahkan kekuasaan mereka hanya karena mendengar penjelasan mendetail dan panjang lebar. Seandainya begitu, alangkah mudahnya tugas para nabi dan rasul di muka ini. Justru, sejarah mengatakan hal yang sebaliknya.

Ikrar ini adalah ikrar universal pembebasan manusia di muka bumi dari segala bentuk kekuasaan makhluk, dengan jalan mengikrarkan ketuhanan Allah atas alam semesta. Ia bukan sekedar ikrar teoretis filosofis pasif, tetapi jauh dari itu, ia merupakan ikrar pergerakan ralistis progresif aktif.

Ikrar ini adalah ikrar yang membutuhkan manifestasi dalam kenyataan konkret, dalam bentuk sistem yang menghukumi kehidupan manusia dengan syariat Allah. Mengeluarkan mereka secara riil dari penghambaan terhadap makhluk kepada penghambaan terhadap Allah semata tanpa menyekutukan-Nya. Karena itu, ikrar ini mesti menempuh jalan "pergerakan" di samping bentuk "penjelasan"-nya, agar mampu menghadapi "kenyataan" kemanusiaan, berikut segala dimensinya, dengan perangkat-perangkat yang mumpuni.

Kenyataan manusia, kemarin, sekarang, dan esok hari, selalu menghadang agama ini - sebagai sebuah seruan universal pembebasan manusia di muka bumi dari segala kekuasaan yang bukan Allah - dengan rintangan-rintangan ideologis-konsepsional dan material riil. Tekanan politik, sosial, ekonomi, ras, dan kelas. Di samping hambatan ideologi, dan konsepsi-konsepsi yang menyeleweng. Semuanya bercampur aduk dan saling tumpang tindih dengan rumitnya.

Jika "penjelasan" (al-bayaan) berhadapan dengan keyakinan ( ideologi ) dan pandangan-pandangan (konsepsi) hidup, maka "pergerakan" (al-harakah) menghadapi rintangan materiil lainnya terutama kekuasaan politik yang berdiri di atas faktor-faktor ideologi, ras, sosial, dan ekonomi yang secara rumit saling tumpang tindih. Kedua hal ini - penjelasan dan pergerakan - secara bersamaan menghadapi "kenyataan kemanusiaan" berikut segala dimensinya, dengan segenap perangkatnya yang mumpuni. Keduanya juga mesti bertolak dari misi suci pembebasan manusia di muka bumi ini : "seluruh manusia" dan "seluruh bumi". Ini merupakan poin penting yang mesti dipertegas kembali.

Agama ini bukan hanya ikrar pembebasan bagi manusia Arab saja dan bukan risalah yang khusus bagi orang Arab. Objek seruan agama ini adalah manusia. Jenisnya adalah "manusia" dan tempatnya adalah di seluruh penjuru " muka bumi ". Allah SWT bukanlah Tuhan bagi orang-orang Arab saja. Juga bukan hanya bagi orang-orang yang berserah diri kepada-Nya. Akan tetapi, ia adalah tuhan bagi "alam semesta ini" seluruhnya.

Agama ini ingin mengembalikan "alam semesta ini" kepada Tuhannya. Membebaskan mereka dari penghambaan di hadapan hamba sejenisnya. Dan, penghambaan yang sesungguhnya - dalam perspektif Islam - adalah ketundukan seorang manusia kepada hukum-hukum yang Allah syariatkan kepada manusia.

Inilah yang dinamakan dengan "penghambaan" (ibadah) yang Ia tetapkan bahwa tidak ada penghambaan kecuali kepadaNya. Siapapun yang menghadapkan diri bukan kepada Allah dianggap telah keluar dari agama Allah, walau ia mati-matian mengaku bahwa ia memeluk agama ini.

Rasulullah menerangkan bahwa "kepatuhan" dalam syariat dan hukum merupakan ciri dari "penghambaan", yang dengannya orang-orang Yahudi dan Nasrani dinyatakan sebagai "musyrik", menentang perintah "penghambaan" kepada Allah semata.

Diriwayatkan oleh Tirmidzi, dengan sanadnya dari Adi bin Hatim r.a. bahwa, saat sampai kepadanya dakwah Rasulullaah, ia melarikan diri ke Syam. Saat itu, ia telah memeluk agama Nasrani. Kemudian, pada suatu hari, saudara perempuan bersama sekelompok kaumnya ditawan oleh Rasulullah. Lalu ia meminta kepada Rasulullah agar membebaskan saudara perempuannya ini dan Rasulullah pun mengabulkannya. Tindakan Rasulullah ini membuat Adi bin Hatim tertarik kepada Islam. Hingga ia mendatangi Rasulullah, kendati orang-orang disekitarnya mencemooh. Ia menghadap Rasululldan dilehernya tergantung salib dari perak. Sedangkan Rasulullah saat itu, tengah membaca ayat : "mereka menjadikan para pendeta mereka dan pastor-pastor mereka sebagai tuhan selain Allah" (at-Taubah:31). Mendengar ini, Adi bin Hatim berkata, "Mereka tidak menyembahnya!" Rasulullah menjawab, "Tidak ! mereka menyembahnya. Para pendeta dan pastor ini mengharamkan apa yang dihalalkan bagi mereka dan mereka juga menghalalkan apa yang diharamkan bagi mereka. Lalu para pengikutnya mematuhinya. Dan, ini adalah bentuk penghambaan mereka kepada para pendeta dan pastor ini."

Tafsiran Rasulullah atas firman Allah merupakan satu bukti jelas bahwa patuh kepada suatu syariat dan hukum adalah suatu bentuk penghambaan (ibadah) yang dapat mengeluarkan seseorang dari agama ini. Dan, ia merupakan bentuk penuhanan manusia atas manusia lainnya. Bentuk kejahatan yang hendak dibumihanguskan oleh agam ini. Karena, agama ini datang untuk membebaskan "manusia" di "muka bumi" dari penghambaan kepada selain Allah.

Karena itulah, Islam harus bertolak dari "bumi" untuk menghilangkan "kenyataan" yang bertentangan dengan seruan universal ini. Dengan "penjelasan" dan "pergerakan" sekaligus. Mengarahkan serangan-serangan kepada kekuatan politik yang menghambakan manusia di hadapan selain Allah, yang menghukumi mereka dengan syariat yang bukan dari Allah, yang merintangi tersebarnya "penjelasan" ini, yang menghalang-halangi kebebasan manusia untuk memeluk "akidah" ini. Setelah semua itu dapat teratasi, langkah selanjutnya yang harus diambil oleh Islam adalah mendirikan sistem sosial, ekonomi, dan politik yang memungkinkan pergerakan pembebasan ini dapat berjalan dengan lancar.

Islam memang tidak bertujuan memaksa manusia memeluk akidah ini. Akan tetapi, di lain sisi, Islam bukan hanya berupa "akidah". Islam, sebagaimana yang telah disinggung di atas, merupakan ikrar universal pembebasan manusia dari penghambaan di hadapan makhluk. Sejak awal, ia bertujuan untuk menghilangkan sistem kehidupan dan pemerintahan yang berdiri di atas prinsip penghambaan manusia di hadapan manusia lainnya. Kemudian, setelah itu, melepas manusia sebebas-bebasnya untuk memilih akidah yang mereka inginkan sesuai dengan keinginan mereka sendiri - tentu setelah mereka dibebaskan dari tekanan politik, dan setelah dipaparkan kepada mereka penjelasan yang gamblang. Akan tetapi, perlu digarisbawahi disini, tindakan ini bukan berarti mereka diberi kebebasan begitu saja untuk menghamba kepada tuhan-tuhan hawa nafsu mereka. Atau, memberi kebebasan memilih kepada siapa - di antara mereka -mereka ingin menghamba.

Sistem yang mengatur kehidupan manusia di bumi ini haruslah berdasarkan pada kaidah penghambaan Allah semata. Hal itu dapat terwujud dengan menjadikan syariat sebagai satu-satunya rujukan mereka, menjadikan akidah sebagai pewarna bagi hati mereka - di bawah sistem universal ini. Dengan demikian, "agama" (ad-diin) ini menjadi milik Allah semuanya. Atau dengan pengertian lain, keberagaman, kepatuhan, serta penghambaan seluruhnya hanya bagi Allah.

Di dalam Islam, pengertian "agama" (ad-diin) lebih luas cakupannya ketimbang pengertian "akidah". Ad-Diin merupakan manhaj (metode) dan sistem yang menghukumi kehidupan. Dan, di dalam Islam hal itu mesti bersandarkan apda akidah. Akan tetapi secara umum, ad-diin lebih menyeluruh daripada akidah. Dalam Islam, berbagai kelompok mungkin dapat hidup damai di bawah metodenya yang universal, yang berlandaskan pada prinsip penghambaan kepada Allah semata, kendati secara akidah, mereka bukanlah orang-orang muslim.

Orang-orang yang mengetahui benar watak dasar agama ini - seperti yang telah dipaparkan di muka - tentu akan mengerti betul motif pergerakan jihad dengan pedang di dalam Islam - di samping jihad dengan penjelasan. Mereka juga tentu tahu bahwa jihad bukanlah pergerakan yang ditujukan sebagai tindakan defensif - dengan pengertian sempti yang dipahami sekarang dengan istilah "perang defensif", seperti yang diinginkan oleh para pencundang di atas - di hadapan tekanan realistis konkret dan di hadapan gempuran para orientalis. Akan tetapi, pergerakan ini, adalah pergerakan yang bermisikan pembebasan "manusia" di seluruh penjuru "dunia", dengan sarana-sarananya yang tepat bagi setiap dimensi realitas kehidupan manusia serta strategi-strateginya yang pas untuk setiap fase pergerakannya.

Seandainya kita memang terpaksa menamai pergerakan jihad Islam ini dengan pergerakan defensif, maka dengan begitu kita harus kembali meninjau makna kata "bertahan" (ad-difaa`) dan mengartikannya dengan "tidakan defensif bagi manusia" di hadapan segala macam faktor yang membatasi kebebasannya. Faktor-faktor ini dapat berupa keyakinan dan pandangan-pandangan hidup, atau dapat pula berujud sistem politik dengan unsur-unsurnya : ekonomi, kelas, dan ras. Faktor-faktor ini telah menggejala di seluruh penjuru bumi sejak kedatangan awal Islam dan bahkan semakin berkembang dalam kejahiliahan modern.

Dengan memperluas makna kata "mempertahankan diri" ini, kita dapat menemukan hakikat motif jihad di dalam islam. Bahkan, kita juga dapat menemukan hakikat Islam itu sendiri, sebagai sebuah seruan universal pembebasan manusia dari penghambaan hamba; ikrar bahwasanya Allah semata Tuhan atas alam semesta ini; upaya meruntuhkan kerajaan hawa nafsu kemanusiaan di muka bumi dan mendirikan kerajaan syariat ketuhanan di alam manusia.

Alasan "mempertahankan diri" dengan makna sempit seperti yang dewasa ini dipahami, serta upaya mencarikan sandaran-sandaran agamis untuk mengukuhkn bahwasanya kenyataan jihad di dalam Islam hanya diperuntukkan bagi musuh yang berada di sekitar "negara Islam" - yakni yang berada di wilayah sekitar jazirah Arab - adalah upaya yang tumbuh dari kepicikan dalam memahami hakikat dan watak dasar agama Islam, berikut pemahaman akan peran sesungguhnya yang diemban islam di muka bumi ini. Di samping itu, hal ini juga mencerminkan rasa inferioritas di hadapan tekanan kenyataan kontemporer umat Islam dan di hadapan gempuran para orientalis yang selalu menyebarkan ungkapan-ungkapan miring terhadap jihad Islam.
Bayangkan, seandainya saja Abu Bakar, Umar, dan Utsman r.a., setelah mempu mengamankan Jazirah Arab dari serangan Romawi dan Persia, akankah mereka hanya duduk berpangku tangan, tidak lagi mendorong penyeberan Islam ke seluruh penjuru dunia ? Bagaimana mereka akan mempertahankan perluasan ini, sedangkan di hadapan dakwah yang mereka lakukan terdapat banyak rintangan materiil, baik itu berupa sistem politik, sistem sosial rasial dan kelas, juga sistem ekonomi yang tumbuh berdasarkan pada prinsip-prinsip rasial dan kelas, dan semuanya ini dijaga keberadaannya oleh negara ?

Benar-benar satu tindakan dungu, menggembor-gemborkan seruan pembebasan "manusia" di seluruh muka "bumi", namun saat menghadapi segala rintangan yang ada, hanya jihad dengan lisan dan penjelasan saja yang diterapkan. Jihad dengan lisan dan penjelasan akan mudah dilakukan jika saja antara manusia dan dakwah ini tidak ada aral yang merintanginya, kebebasan berdakwah terjamin, dan mereka pun benar-benar terlepas dari segala tekanan eksternal. Maka disini, prinsip "tidak ada pemaksaan dalam agama" (laa ikraaha fid-diin) dapat diterapkan. Sedangkan, di saat ada rintangan dan tekanan-tekanan materiil atas seruan universal ini, maka yang mesti dilakukan pertama-tama adalah melenyapkan rintangan dan tekanan ini dengan kekuatan. Hal ini dimaksudkan agar penyampaian seruan ini dapat dengan mudah dilakukan dan manusia yang menjadi sasaran dakwah ini, benar-benar terlepas dari segala belenggu yang melilit kebebasannya.

Oleh sebab itu, keberadaan jihad bagi kelangsungan dakwah ini amat penting. Jika tujuan dakwah adalah seruan pembebasan manusia secara serius, segenap metode pendukung yang dimilikinya mesti digunakan secara optimal. Ia tidak cukup hanya dengan penjelasan secara filosofis teoritis. Hal ini berlaku baik di saat kondisi negara Islam - dengan pengertian yang sebenarnya : wilayah damai (daarul Islam) - dalam keadaan aman ataupun dalam kondisi terancam oleh negara-negara tetangganya.

Perdamaian yang dikehendaki Islam bukanlah perdamaian dengan pengertiannya yang dangkal, yaitu terpeliharanya keamanan di satu wilayah yang penduduknya memeluk akidah Islam. Akan tetapi, perdamaian yang dimaksud islam adalah terwujudnya cita-cita: semua agama (ad-diin) yang ada di bumi ini menjadi milik Allah. Atau, dengan pengertian lain yang lebih bertenaga, segala penghambaan yang manusia lakukan hanya ditujukan bagi Allah semata, tidak lagi ditemukan praktek-praktek penuhanan manusia atas manusia lainnya.
Yang harus kita jadikan patokan adalah fase akhir dari perjalanan jihad yang telah dicapai oleh Islam - sesuai perintah Allah - bukan di awal-awal dakwah, juga bukan di tengah-tengah perjalanannya, melainkan di akhir perjalanan periode jihad, sebagaimana yang dipaparkan oleh Imam Ibnul Qayyim, "Dengan begitu, setelah turunnya ayat al-Bara`ah, jelas sudah posisi orang-orang kafir di hadapan Islam: orang-orang yang memeranginya, orang-orang yang mengadakan perjanjian, dan orang-orang yang dilindungi. Kemudian, orang-orang yang mengadakan perjanjian ini masuk Islam. Hingga orang kafir yang tersisa adalah orang-orang yang memerangi dan orang-orang yang dilindungi. Maka, penghuni bumi ini terbagi menjadi tiga kelompok: orang-orang muslim yang mukmin, orang-orang memerangi dan dalam keadaan takut, serta terakhir orang-orang yang tunduk dan berdamai."
Demikianlah pengertian sebenarnya akan tabiat dan tujuan dasar agama ini, tidak seperti yang dipahami oleh para pecundang dihadapan realitas kekinian dan di hadapan serangan para orientalis.

Pada periode Mekah hingga periode awal hijrah ke Madinah, kaum muslimin tidak diperintahkan untuk berperang. Mereka hanya diperintahkan,
"..Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat…."(an-Nisaa:77)
Kemudian, Allah mengizinkan dengan firmannya,
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah etlah dirobohkan biara-biara nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya, Allah Mahakuat lagi Maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan mengkar, dan kepada Allahlah kembali segala urusan." (al-Hajj : 39-41)

Kemudian, Ia mewajibkan peperangan terhadap orang-orang yang memerangi mereka saja,
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu…" (al-Baqarah : 190)

Kemudian, Ia memerintahkan untuk memerangi orang-orang musyrik semuanya,
"… dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kaum semuanya…" (at-Taubah:36)

Dikatakan kepada mereka,
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Alkitab kepada merek, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan mabuk." (at-Taubah:29)
Maka, peperangan di dalam Islam - sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim - mengalami perkembangan yang menarik: pertama diharamkan, lalu diizinkan, lalu diperintahkan hanya untuk orang-orang yang memulai peperangan, kemudian terakhir, diperintahkan untuk memerangi seluruh kaum musyrik yang ada.

Kesungguhan teks-teks al-Qur`an mengenai jihad, begitu pula hadits-hadits Nabi yang menganjurkannya, ditambah realitas jihad pada kurun awal Islam berikut perjalanan sejarahnya yang panjang menggambarkan bagaimana jihad yang selama ini dipahami oleh orang-orang inferior, di hadapan tekanan kenyataan kekinian dan di hadapan para orientalis, ternyata salah besar. Padahal, mereka mendengar firman Allah dan hadits Rasulullah, mengikuti perjalanan sejarah jihad dalam Islam. Namun, mengapa mereka menarik kesimpulan bahwa jihad hanyalah suatu tindakan temporal yang dibatasi oleh kondisi dan situasi yang selalu berubah, dan hanya ditujukan sebagai sikap bertahan dan tindakan pengamanan tapal batas ?

Di dalam ayat yang mengizinkan berperang, Allah menjelaskan bahwasanya peperangan ini, dalam kaitannya dengan kehidupan duniawi, adalah untuk menjaga eksistensi manusia di hadapan manusia lainnya untuk mengeliminasi kerusakan bumi.

"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah," Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasran, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah…" (al-Hajj:39-40)

Dengan begitu, peperangan ini merupakan hal yang mutlak adanya, bukan satu kondisi yang temporal. Sebab, pertentangan antara yang hak dan yang batil akan selamanya terjadi di muka bumi ini. Dan, di saat Islam menyerukan seruan universalnya untuk mendirikan ketuhanan Allah atas alam semesta, membebaskan menusia dari penghambaan manusia atas manusia lainnya, menghancurkian para pencuri kekuasaan Allah, di samping misinya mengeluarkan manusia dari kekuasaan palsu mereka, para perongrong kekuasaan Allah ini akan menentangnya. Mereka tidak akan menyerah begitu saja. Oleh karena itu, Islam dalam hal ini juga harus maju ke depan, menghancurkan mereka agar dapat "melindungi" manusia di muka bumi dari para "pencuri kekuasaan" ini. Kondisi ini terus berlangsung. Tidak akan pernah berhenti seiring dengan gerak jihad pembebasan ini. Hingga pada akhir nanti, agama (ad-diin) ini semuanya milik Allah.

Tidak adanya perintah berperang di Mekah, tidak lain, merupakan fase awal dari perjalanan jihad yang panjang. Begitu juga pada masa awal-awal hijrah. Namun, bukan berarti mengamankan kota Madinah dari serangan orang-orang kafir merupakan faktor utama yang memicu bergeraknya masyarakat Madinah untuk berjihad setelah berlalunya fase Mekah. Tindakan mengamankan kota Madinah ini memang merupakan tujuan yang pertama-tama mesti dicapai, namun ia bukanlah tujuan akhir. Hal ini dimaksudkan sekadar untuk menjamin kelancaran pergerakan selanjutnya: pergerakan untuk membebaskan manusia, di samping tujuan lain, yaitu menghilangkan hambatan yang merintangi manusia itu sendiri dari pergerakan ini.

Ada beberapa sebab mengapa kaum muslimin di Mekah tidak diperbolehkan berjihad dengan pedang. Diantaranya adalah terjaminnya kebebasan berdakwah di Mekah. Rasulullah, sang penyeru ini, mendapat jaminan keamanan di bawah pedang Bani Hasyim. Demi kelancaran dakwah ini, Bani Hasyim siap menghadapi siapa pun sehingga dakwah ini dapat dengan leluasa bersentuhan dengan akal dan hati nurani setiap manusia. Tidak ada satu kekuatan politik mana pun yang mampu menghalang-halangi aktivitas dakwah ini ataupun melarang warganya untuk sekadar mendengarkan. Maka pada fase ini, penerapan kekuatan militer tidak diperlukan lagi.

Selain itu, hal diatas boleh jadi disebabkan oleh faktor-faktor lain yang mungkin terjadi pada fase ini. Dan, ini sudah penulis ringkas di dalam buku Fi Zhilalil - Qur`an, pada bagian yang menerangkan ayat, "Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka," Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat!" (An-Nisaa:77). Akan tetapi, tidak mengapa juga jika ini kembali penulis kutip.

"Mungkin penyebab hal ini adalah bahwasanya fase Mekah merupakan fase pendidikan dan persiapan di dalam satu lingkungan tertentu, untuk kaum tertentu, di tengah-tengah situasi tertentu. Di antara tujuannya adalah pendidikan jiwa individu Arab untuk bersabar atas segala hal yang biasanya mereka tidak sabar menahannya, seperti dalam menghadapi ketidakdilan yang menimpa dirinya atau orang lain yang meminta perlindungan kepadanya. Tujuannya agar ia dapat membersihkan dirinya, melepaskan diri dari kepentingan pribadinya, sehingga ia tidak menjadikan dirinya sendiri atau diri orang yang berlindung kepadanya sebagai pusat kehidupan dalam pandangannya dan pendorong gerak dalam kehidupannya."

Pendidikan ini juga dimaksudkan untuk mendidik diri agar dapat menahan perasaan hati. Tidak langsung dibawa oleh emosi karena provokasi, sebagaimana yang sudah-sudah. Dengan begitu, ia akan mampu bersikap moderat.

Pendidikan ini juga dimaksudkan agar masyarakat Mekah terbiasa menjadi masyarakat yang terorganisasi. Memiliki pemimpin yang dapat dijadikan rujukan dalam setiap urusan kehidupannya. Ia tidak bertindak kecuali sesuai dengan apa yang diperintahkan kepadanya, walau itu bertolak belakang dengan adat dan kebiasaannya.

Ini semua dapat dikatakan sebagai fondasi dalam rangka mempersiapkan manusia Arab untuk membangun masyarakat muslim yang tunduk pada kepemimpinan yang progresif : suatu masyarakat yang maju dan modern, bukan masyarakat yang masih primitif ataupun nomaden.

Atau mungkin juga karena dakwah secara damai lebih efektif diterapkan di dalam lingkungan Quraisy, yang memiliki kemuliaan. Boleh jadi, pada fase ini, mengiringi dakwah dengan peperangan justru mendorong mereka untuk semakin keras menentang dakwah ini. Ujung-ujungnya, ia hanya akan menciptakan pergolakan berdarah baru, seperti halnya pergolakan Arab dahulu yang kemudian menyebabkan terjadinya Perang Dahis dan al-Ghabra`. Juga Perang Basus yang berlangsung selama bertahun-tahun, dimana setiap kabilah satu per satu kehilangan anggotanya. Maka, jika dakwah ini mulai memicu terjadinya pergolakan baru di kalangan bangsa Arab, tentu yang terjadi selanjutnya adalah : Islam berubah dari dakwah dan agama menjadi sumber konflik dan dendam. Dengan begitu, pudarlah tujuan awal kedatangannya, dan tidak akan pernah teringatkan kembali.

Atau mungkin juga, ditujukan untuk menghindari terjadinya peperangan di setiap rumah. Pada saat itu, di Mekah tidak didapati satu bentuk pemerintahan yang jelas, yang sekiranya dapat memberikan hukuman kepada kaum Arab yang memeluk Islam. Akan tetapi, wewenang untuk menyiksa ini diberikan kepada setiap wali si 'terhukum' (orang yang masuk islam). Lalu, seandainya saja berjihad dengan pedang diizinkan di Mekah, yang terjadi kemudian adalah peperangan antar anggota keluarga. Dan orang-orang yang membenci Islam pun akan berkata, 'Beginilah Islam ! Datang hanya untuk menceraiberaikan keutuhan keluarga.'

Ucapan ini memang benar-benar sudah terjadi, sebelum turunnya larangan berperang. Menjadi bahan propaganda yang dilakukan oleh kaum Quraisy pada setiap musim haji, di tengah-tengah orang Arab yang datang untuk berhaji dan berdagang, 'Kedatangan Muhammad hanyalah untuk memisahkan antara anak dan bapaknya, bahkan kerabat dan kaumnya.'

Lalu bagaimana jadinya jika Islam memang memerintahkan anak untuk membunuh bapaknya, budak membunuh tuannya, dan itu terjadi di setiap rumah dan di setiap tempat ?

Barangkali juga hal itu terjadi karena Allah telah mengetahui bahwa kebanyakan dari orang-orang yang pada mulanya menentang Islam dan menyiksa para pemeluknya, justru kelak menjadi prajurit-prajurit Islam yang ikhlas, bahkan menjadi panglimanya. Bukankah Umar Ibnul-Khattab dapat dikategorikan ke dalam golongan seperti itu?

Atau bisa jadi, karena rasa harga diri bangsa Arab. Dalam lingkungan kekabilahan, orang Arab biasanya akan menolong orang yang teraniaya, namun tetap bersikukuh mempertahankan pendiriannya. Khususnya lagi, jika hal itu menimpa salah seorang pemuka golongannya.

Banyak fakta yang mendukung pandangan ini. Kita dapat ambil contoh, bagaimana Ibnud-Daghinah tidak rela membiarkan Abu Bakar - seorang lelaki mulia di kaumnya - berhijrah, meninggalkan Mekah. Ia melihat peristiwa ini sebagai peristiwa yang memalukan sekaligus mencoreng martabat bangsa Arab. Bahkan, ia menawarkan diri untuk menjadi pelindung bagi Abu Bakar.

Contoh yang lain, dibatalkannya piagam pemboikotan atas keluarga Bani Hasyim di kediaman keluarga Abu Thalib, setelah mereka lama merasakan lapar dan cobaan terasa begitu berat. Sementara, di tempat lain di dalam lingkungan 'peradaban' lama yang terbiasa dalam kehinaan, pasrah menghadapi penganiayaan dianggap sebagai satu sikap yang hina dan memalukan. Sebaliknya, orang yang menyiksa, yang menganiaya, dan yang melanggar batas mendapat sanjungan dan pujaan setinggi langit.

Atau juga, disebabkan jumlah kaum muslimin yang sedikit saat itu. Di samping keberadaan mereka juga terbatas, yaitu hanya di kota Mekah. Dakwah ini belum sempat menyebar ke bagian lain dari Jazirah Arab. Bahkan, kabar tentang agama baru ini pun belum terdengar. Untungnya pada saat itu, setiap kabilah bersikap netral terhadap gejolak internal yang terjadi pada kaum Quraisy. Dan pada kondisi ini, seandainya peperangan diizinkan, yang terjadi adalah pembunuhan massal kelompok minoritas muslim. Hingga akhirnya, yang tersisa hanyalah orang-orang musyrik, sedangkan kelompok muslim terhapus, sirna tanpa sisa. Di muka bumi ini, sistem Islam tidak berdiri, juga tidak memiliki wujud nyata, padahal ia merupakan agama yang datang sebagai pegangan hidup, menjadi sistem riil praktis yang mengatur kehidupan.
Dan seterusnya,"

Adapun di Madinah - pada awal-awal masa hijrah - perjanjian yang dibuat oleh Rasulullah dengan penduduk Yahudi Madinah, juga dengan orang-orang Arab Madinah yang tetap memilih syirik, merupakan satu tindakan yang memang perlu diambil dalam fase ini.

Pertama, karena di Madinah masih terdapat keleluasaan untuk melakukan dakwah denganm lisan. Tidak ada satu kekuasaan politik pun yang menghalangi dan menjadi penghambat bagi manusia untuk mendengarkan dan bagi penyampaian dakwah ini. Seluruh penduduk Madinah sudah mengakui berdirinya negara muslim baru, yang aktivitas perpolitikannya langsung di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Perjanjian tersebut menyebut agar tidak ada seorang pun mengadakan perjanjian damai ataupun mengobarkan peperangan, juga tidak boleh menjalin hubungan keluar kecuali dengan seizin Rasulullah. Dan, ini memperlihatkan betapa kekuasaan politik Madinah yang sebenarnya berada di tangan kaum Muslimin. Maka, pintu untuk berdakwah di Madinah sangat terbuka lebar. Kebebasan berkeyakinan pun di junjung tinggi.

Kedua, pada fase ini, Rasulullah ingin berkonsentrasi pada kaum Quraisy yang menjadi penghalang bagi kabilah lain untuk memeluk Islam. Karena, kabilah-kabilah lain ini tengah menunggu perkembangan terakhir pertikaian internal antar anggota kaum Quraisy (kaum Quraisy yang muslim dan kaum Quraisy yang kafir). Oleh sebab itu, Rasulullah segera mengirimkan "saraya" (detasemen). Detasemen pertama dikomandani oleh Hamzah bin Abdul Muthallib pada bulan Ramadhan, tujuh bulan setelah hijrah ke Madinah.

Kemudian, dilanjutkan pada bulan 9, 13, 16 setelah Hijrah. Kemudian, di bawah komando Abdullah bin Jahsy pada bulan Rajab, 17 bulan setelah Hijrah. Ini merupakan awal penghadangan yang terjadi didalamnya pertumpahan darah dan ini terjadi pada bulan-bulan haram (mulia). Yang kemudian disambut dengan turunnya ayat al-Baqarah.
"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram, Katakanlah, "berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan, berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh, Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamanya (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya,."" (al-Baqarah : 217)
Kemudian, meletus Perang Badar Kubra di bulan Ramadhan tahun itu, yang pada saat itu turun surah al-Anfal.

Dari sederetan peristiwa di atas, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa kaidah pergerakan Islam tidak dimaksudkan sebagai tindakan "mempertahankan diri" (ad-difa`) - dengan pengertiannya yang sempit - sebagaimana yang dipahami oleh mereka yang pesimis di hadapan kenyataan hidup kekinian dan rasa kalah (rendah diri) di hadapan serangan-serangan para orientalis.

Orang-orang yang menyandarkan pada alasan-alasan yang sifatnya pertahanan bagi pergerakan perluasan Islam, adalah orang-orang yang telah terpedaya oleh gempuran para orientalis. Di saat orang-orang muslim tidak lagi bertaji, bahkan kehilangan identitas kemuslimannya - kecuali orang-orang yang benar-benar konsis terhadap gerakan pembebasan "manusia" di dunia dari segala kekuasaan palsu - mereka justru mencari sandaran-sandaran moralitas untuk jihad di dalam islam. Padahal, perluasan Islam tidak memerlukan sandaran-sandaran moral lebih dari kebutuhannya terhadap sandaran-sandaran teks Al-Qur`an.

"Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau.' Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah." (an-Nisaa: 74-76)

"Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, 'Jika mereka itu berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunn(Allah terhadap) orang-orang terdahulu.' Dan, perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhny Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. Dan, jika mereka berpaling maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu dan sebaik-baik Penolong." (al-Anfal :38-40)

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Alkitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. Orang Yahudi berkata, 'Uzair itu putra Allah,' dan orang Nasrani berkata, 'Isa al-masih itu putra Allah.' Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allahlah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling ? Mereka menjadikan para pendeta dan pastor sebagai tuhan selain All, dan (juga mereka mempertuhankan) Almasih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai." (at-Taubah:29-32)

Demikianlah sandaran-sandaran yang menetapkan ketuhanan Allah di muka bumi, yang menegaskan realisasi manhaj Allah di dalam kehidupan manusia. Pemberangusan atas setan dan manhaj-manhajnya, berikut penghancuran atas kekuasaan manusia yang memperbudak manusia lainnya. Manusia adalah hamba Allah semata. Tidak boleh seorang hamba pun menjadi hakim bagi hamba lainnya, dengan kekuasaan dari diri sendiri dan dengan syariat dari hawa nafsu dan pendapatnya sendiri. Dan, ini semua cukup untuk dijadikan legitimasi berjihad, tentu diiringi dengan penegasan prinsip "Tidak ada paksaan di dalam agama". Atau dengan ungkapan lain, tidak ada paksaan meyakini akidah tertentu, tapi setelah keluar dari kekuasaan hamba dan tegaknya kekuasaan Allah, atau pada saat agama (Ad-diin) telah menjadi milik Allah semua.

Ini merupakan landasan-landasan pemuliaan manusia di muka bumi. Mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada hamba menuju penghambaan kepada Allah semata, tanpa menyekutukan. Dan ini dirasa cukup untuk dijadikan landasan berjihad. Landasan-landasan ini bergambar secara jelas di dalam setiap peperangan yang dilakukan oleh kaum muslimin. Tidak ada di antara mereka yang berkata, saat mereka ditanya mengapa mereka berperang, "Kami keluar untuk mempertahankan negeri kami dari ancaman musuh!" Atau, "Kami keluar untuk menghalau musuh-musuh kami dari bangsa Persia dan Romawi." Atau, "Kami keluar untuk memperluas daerah kami dan mengeruk rampasan yang banyak."

Mereka berkata, sebagaimana yang dikatakan oleh Rabi`i bin Amir, Hudzaifah bin Muhshin, dan al-Mughirah bin Syu`bah kepada Rustum, jenderal pasukan Persi di Qadisiah, saat ia bertanya kepada mereka satu per satu selama tiga hari berturut-turut, sebelum peperangan dimulai, "Apa yang mendorong kalian berperang?" Mereka menjawab, "Allah mengutus kami agar kami mengeluarkan orang-orang yang Ia kehendaki dari penghambaan hamba kepada penghambaan kepada Allah semata. Dari kesempitan dunia menuju keluasannya. Dari kelaliman agama-agama lain menuju keadilan agama Islam. Lalu, ia mengutus utusan-Nya dengan agama untuk makhluk-Nya. Barangsiapa yang menyambut kami, akan kami sambut dengan baik pula dan kami kembalikan secara baik-baik, kami biarkan, tidak kami ganggu ditanahnya. Barangsiapa yang membangkang, akan kami bunuh hingga kami mati syahid dan masuk surga atau kami mendapat kemenangan yang gemilang."

Landasan jihad di atas, pada hakikatnya, terkandung di dalam watak agama ini, di dalam seruan universalnya, dan di dalam manhaj realistisnya untuk menghadapi kenyataan kemanusiaan dengan piranti-piranti yang proporsional di segala dimensinya, periodik, dan selalu terbarukan. Landasan jihad ini merupakan prinsip yang pertama-tama ada, walau tidak terdapat ancaman dari musuh terhadap wilayah Islam dan kaum muslimin yang ada didalamnya. Ia merupakan landasan untuk menerapkan manhaj Islam. Di samping, ia juga merupakan landasan untuk menghalau segala rintangan yang ada di dalam kehidupan manusia. Ia bukan sekadar upaya defensif kondisional.

Landasan ini sanggup menjadikan seorang muslim berjihad dengan jiwa dan hartanya di jalan Allah, dalam upayanya menegakkan nilai-nilai, yang ia tidak akan meraih darinya keuntungan materi. Bahkan, keuntungan materi ini memang bukan faktor yang memotivasi untuk berjihad.

Seorang muslim, sebelum pergi berjihad ke dalam medan laga, mesti telah melewati satu jihad yang jauh lebih besar di dalam jiwanya: peperangan melawan setan, melawan hawa nafsunya, melawan segala ketamakan dan kecenderungannya; melawan kepentingan-kepentingannya, kepentingan keluarga, juga kaumnya; melawan segala bentuk yang bukan dari Islam melawan segala bentuk penghambaan kepada manusia dan mengalahkannya, sehingga penghambaan kembali kepada Allah semata. Kekuasaan di bumi, yang sebelumnya dicuri, kembali kepada Allah.

Orang-orang yang menyerukan jihad islami demi mempertahankan kedaulatan "tanah air islam" sebenarnya telah menutup mata dari persoalan "manhaj". Mereka menganggap "manhaj" ini tidak begitu penting dibanding "tanah air", padahal bukan seperti ini Islam memandangnya. Pandangan ini merupakan pandangan baru, yang asing sekali bagi Islam. Akidah, "manhaj" yang tersinari oleh akidah ini, serta masyarakat yang menerapkan manhaj ini merupakan term-term yang akrab bagi islam. Adapun term "wilayah" (sepetak tanah), bagi Islam tidak ada harganya sama sekali. Setiap nilai yang dimiliki oleh "wilayah", dalam pandangan Islam, hanyalah pelimpahan dari kedaulatan manhaj Allah dan kekuasaanNya di atas wilayah tersebut. Dengan demikian, ia hanya sekadar menjadi tempat terpeliharanya akidah, menjadi ladang bagi manhaj, menjadi daarul islam 'wilayah damai' dan menjadi titik pemberangkatan pembebasan "manusia".

Sebenarnya, menjaga "daarul islaam" sama saja dengan menjaga akidah, manhaj, dan masyarakat yang tersebar didalamnya manhaj tersebut. Akan tetapim ini bukanlah tujuan akhir bagi pergerakan jihad islami. Ia hanyalah sebuah sarana bagi terciptanya kerajaan Allah didalamnya. Menjadi basis awal, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah bumi dan kepada seluruh macam manusia. Sebab obyek agama ini adalah manusia secara keseluruhan dan bumi merupakan tempatnya yang terbentang luas.

Sebagaimana yang telah disinggung dimuka, pergerakan mazhab Ilahi ini selalu mendapat rintangan-rintangan mater dari kekuasaan negara, sistem sosial, dan kondisi lingkungan. Semua ini harus dihadapi Islam dengan kekerasan agar Islam dapat bersentuhan dengan manusia, dari hati ke hati, yakni setelah manusia dibebaskan dari belenggu kesewenangan materi dan setelah diberikan kepada mereka kebebasan memilih.

Kita jangan sampai tertipu ataupun terlalaikan oleh provokasi orientalis mengenai prinsip jihad. Kita juga jangan sampai menyerah di hadapan tekanan realitas sekarang ini, walaupun tekanan itu sepertinya berat sekali dipandang dari segi perimbangan kekuatan internasional. Kemudian, karena itu semua, kita lari mencari-cari alasan moral bagi jihad islami, yang bentuknya sangat bertentangan dengan tabiat agama ini. Lalu, kita mengatakan bahwa jihad di dalam Islam hanya ditujukan sebagai upaya "mempertahankan diri" untuk sementara waktu, padahal jihad ini akan tetap berjalan, terlepas dari ada atau tidaknya situasi seperti di atas.

Dalam memperhatikan kenyataan sejarah, kita jangan sampai melupakan pertimbangan-pertimbangan pokok tentang wujud agama ini, tentang seruan universal, dan tentang manhaj realistisnya. Kita jangan sampai mencampuradukkan antara nilai-nilai ini dan tuntutan-tuntutan defensif yang kondisional sifatnya.

Benar, kita mesti melakukan pertahanan diri terhadap segala serangan, sebab keberadaan agama ini sendiri - dalam bentuk seruan universal atas ketuhanan manusia bagi seluruh alam semesta dan pembebasan manusi dari penghambaan palsu, dalam bentuk masyarakat pergerakan yang tersistematis di bawah kendali baru, bukan kendali jahiliah, yang terlahir sebagai satu masyarakat independen, yang tidak mengakui kepemimpinan manusia, berbeda secara mencolok dari masyarakat lainnya, yang menyerahkan kepemimpinan dan kebijakan tertinggi kepada Allah semata - pasti mendapat rongrongan yang dahsyat dari masyarakat jahiliah sekitarnya, yang tidak menginginkan keberadaan Islam. Karena itu, Islam harus melakukan tindakan-tindakan pertahanan demi kelangsungan eksistensinya.

Kondisi semacam ini sudah pasti terjadi, lahir bersamaan dengan lahirnya Islam itu sendiri. Perjuangan seperti ini memang terpaksa harus dihadapi Islam; tidak ada pilihan lain. Ini adalah satu perjuangan yang wajar antara dua eksistensi yang berlainan sama sekali, yang tidak mungkin hidup berdampingan dalam waktu yang lama.

Semua ini merupakan satu kebenaran. Karena itu, berdasarkan pada pandangan ini, Islam harus mempertahankan dirinya sendiri. Dan, mau tidak mau, harus menenggelamkan diri masuk ke dalam peperangan ini, demi mempertahankan diri.

Namun, ada satu kenyataan lain yang lebih penting, yaitu karakter eksistensi Islam itu sendiri. Islam memiliki karakteristik yang selalu bergerak ke depan untuk menyelamatkan manusia di dunia dari penghambaan terhadap selain Allah. Dan, Islam tidak terpetakan pada batas-batas geografis ataupun batas-batas rasial. Islam tidak mungkin meninggalkan sebagian manusia yang hidup di sebagian belahan bumi bergelimang kejahatan, kerusakan, dan perbudakan.

Musuh-musuh islam mungkin saja di satu waktu beranggapan bahwa selama ia tidak menyerang Islam, tentu Islam akan membiarkannya melakukan perbudakan terhadap mannusia di dalam batas-batas teritorialnya. Islam, dengan rela hati, pasti akan membiarkan mereka dengan urusannya sendiri dan tidak akan menyebarkan dakwah dan seruan pembebasan universalnya ke dalam batas wilayah teritorial mereka. Akan tetapi, Islam tidak begitu. Islam tidak mungkin akan berdamai dengan mereka kecuali mereka mengumumkan penyerahannya pada kekuasaan Islam dalam bentuk pembayaran jizyah, sebagai garansi bagi terbukanya pintu dakwah tanpa rintangan materiil dari penguasa yang ada didalamnya.

Demikianlah watak dasar agama ini. Inilah tugasnya. Sebab, ia merukan seruan universal akan ketuhanan Allah atas alam semesta, pembebasan manusia dari segala bentuk penghambaan terhadap selain Allah bagi manusia semuanya.

Bandingkanlah konsepsi Islam dalam bentuk seperti ini dengan konsepsi yang terkungkung pada batas-batas teritorial dan rasial, yang hanya bergerak kalau merasa terancam. Di dalam konsepsi terakhir ini, islam akan kehilangan landasan pergerakannya.

Landasan-landasan pergerakan Islam, secara jelas dan mendalam, akan tampak saat kita ingat bahwa agama ini merupakan manhaj anugerah Allah demi kehidupan manusia. Bukan manhaj hasil kreasi manusia, sekelompok orang, ataupun satu bangsa tertentu. Kita tidak akan mencari landasan-landasan dari luar seandainya saja kenyataan agung ini - bahwasanya Islam adalah manhaj anugerah Allah - sudah benar-benar terpatri di dalam sanubari kita. Di saat kita lalai bahwa permasalahan ini merupakan permasalahan menuhankan Allah dan menghambakan manusia, salah seorang dari kita pun tidak akan mungkin ingat akan kenyataan agung ini. Bahkan kita, kemudian, akan mencari landasan-landasan lain untuk jihad islami ini.

Pada persimpangan ini, tampak tidak begitu jauh jarak yang membatasi antara konsepsi bahwa Islam terpaksa harus masuk kedalam peperangan yang tidak ada pilihan lain baginya, disebabkan kebaeradaannya sendiri dan keberadaan masyarakat jahiliah lain yang pasti menyerangnya; dan konsepsi bahwa ia sendiri mesti bergerak dulu dan masuk ke dalam peperangan.

Jarak antara persimpangan jalan ini tidak begitu jauh. Dalam dua kondisi tersebut, Islam terjebak pada peperangan yang sudah pasti terjadi. Namun di akhir perjalanan, jarak ini tampak besar dan jauh sekali bedanya, yang akan mengubah perasaan dan pemahaman-pemahaman Islam secara drastis dan membahayakan.

Di sana ada jarak yang cukup besar, seandainya kita memandang nilai Islam sebagai sebuah manhaj Ilahi yang datang untuk menegakkan ketuhanan Allah di muka bumi, menghambakan manusia kepada Allah semata, dan menuangkan ikrar ini dalam bentuk pola yang konkret, yaitu masyarakat kemanusiaan yang didalamnya manusia terbebas dari segala bentuk penghambaan kepada hamba. Tidak ada hukum didalamnya kecuali syariat Allah, yang tergambar secara jelas didalamnya kekuasaan Allah. Atau dengan ungkapan lain, tergambar didalam masyarakat ini ketuhanan Allah.

Karena itu, menghalau segala rintangan di jalan ini mesti dilakukan agar Islam dapat mengarahkan ajarannya kepada nurani dan akal setiap manusia, tanpa perlu lagi mengkhawatirkan rintangan yang datang dari sistem politik negara ataupun kondisi sosial kemanusiaan.
Terdapat jarak yang lebar sekali antara memandang Islam dalam bentuk semacam ini dan memandang Islam sebagai sebuah sistem nasional yang bekerja didalam wilayahnya sendiri, yang hanya berhak mempertahankan diri kalau mendapat serangan di dalam batas teritorialnya.

Kedua konsepsi ini benar-benar berbeda, walaupun dalam kedua kondisi tersebut Islam mesti melakukan jihad. Akan tetapi, nilai global yang menyangkut faktor-faktor penyebab jihad, tujuan, dan hasil-hasilnya, sangat berbeda sekali, yang berpengaruh pada inti keyakinan, program, serta sasaran yang hendak dituju.

Sudah menjadi kewajiban bagi Islam untuk memulai gerakan. Islam bukanlah mazhab satu kaum, juga bukan sistem satu negara, ia merupakan manhaj Ilahi, sebuah sistem alam semesta. Maka, Islam berhak bergerak untuk menghancurkan segala rintangan, baik itu berupa sistem maupun kondisi yang membelenggu kebebasan manusia dalam memilih. Ia tidak menyerang individu karena benci pada tindakannya yang memeluk keyakinan lain, tetapi Islam hanya menyerang sistem dan kondisi yang ada, dengan tujuan membebaskan individu dari pengaruh buruk yang merusak fitrah dan membelenggu kebebasannya untuk memilih.

Islam bertugas mengeluarkan manusia dari penghambaan hamba kepada penghambaan terhadap Allah semata. Untuk mewujudkan seruan universal akan ketuhanan Allah ats semesta ini dan membebaskan manusia semuanya. Dan, penghambaan terhadap Allah semata ini tidak akan terwujud - dalam pandangan Islam dan dalam kenyataan riil - kecuali di bawah naungan sistem islam. Ia merupakan satu-satunya sistem yang Allah syariatkan bagi manusia semuanya, baik itu pemerintah maupun rakyat, yang hitam ataupun yang putih, yang mulia ataupun yang hina, yang kaya ataupun yang miskin, satu syariat yang seluruh manusia harus tunduk kepadanya. Sedangkan, di dalam sistem selain Islam, manusia telah diperbudak oleh manusia lainnya. Mereka memperoleh syariat dari sesama hamba, padahal hak untuk membuat hukum adalah kekuasaan bagi Tuhan. Manusia mana pun yang mengaku dirinya memiliki wewenang untuk menerapkan syariat buatanya kepada manusia, maka ia telah mengaku dirinya sebagai tuhan, baik itu secara terang-terangan maupun tidak. Dan, manusia mana pun yang mengikut manusia ini, maka ia telah mengakui ketuhananya, baik itu ia tegaskan secara terang-terangan maupun tidak.

Islam bukanlah berupa keyakinan, yang hanya cukup disampaikan kepada manusia dengan jalan lisan ataupun penjelasan. Akan tetapi jauh dari itu, ia merupakan jalan hidup yang mesti terwujud dalam bentuk masyarakat yang terorganisasi, yang bergerak untuk membebaskan setiap manusia yang tidak hidup dalam kerangka sistem Islam ini. Karena itu, merupakan kewajiban bagi Islam untuk memberangus sistem yang menjadi penghalang bagi pembebasan universal ini. Dan hal ini berarti - sebagaimana yang kami sebut sebelumnya - semua agama harus menjadi milik Allah semata. Tidak boleh ada satu sikat keberagamaan ataupun ketaatan yang ditujukan bagi sesama hamba. Sebagaimana yang terjadi didalam sistem kehidupan yang berlandaskan pada penuhanan hamba.

Para intelek muslim kontemporer, yang putus sa di hadapan tekanan kenyataan kekinian dan terhadap serangan para orientalis, banyak yang tidak percaya pada hakikat ini. Mereka telah termakan oleh perkataan para orientalis barat yang menggambarkan Islam sebagai sebuah gerakan intimidasi dengan pedang untuk memaksakan akidah. Para orientalis ini tahu benar bahwa apa yang mereka ungkapkan sebenarnya bukanlah sebuah kebenaran. Akan tetapi mereka, dengan usahanya ini, mencoba mengotori faktor-faktor pembangkit jihad. Karena itulah, para pembela kemuliaan islam ini - yang sebenarnya para pecundang-berusaha menghilangkan tuduhan tersebut. Mereka sibuk mencari sandaran-sandaran yang memperteguh anggapan bahwa jihad di dalam Islam hanyalah sebagai tindakan defensif. Mereka melupakan watak dasar Islam dan tugasnya sebagai gerakan pembebas manusia.

Gambaran barat tentang watak dasar agama ini telah menutupi akal para intelek kontemporer - yang pecundang - ini. Mereka telah tertipu oleh gambaran yang menyatakan bahwa Islam hanyalah akidah di hati, tidak ada kaitannya dengan sistem kenyataan hidup. Karena itulah, jihad di dalam agama ini adalah jihad untuk menegakkan akidah di dalam hati, itu saja !

Akan tetapi, di dalam Islam, persoalannya bukan begitu. Islam merupakan manhaj Allah untuk kehidupan manusia. Ia merupakan metode kehidupan yang berlandaskan pada pengesaan ketuhanan Allah - yang tercermin di dalam "kebijakan" (alhakimiyyah) - yang mengatur kehidupan riil dengan segala kompleksitas kesehariannya. Maka, jihad di dalam Islam adalah jihad untuk menegakkan manhaj dan mendirikan sistem yang universal. Sedangkan, mengenai akidah di dalam sistem yang universal ini, kebebasan untuk memeluknya diserahkan sepenuhnya kepada manusia, dengan catatan setelah mereka terbebas dari segala tekanan. Karena itulah, secara prinsipil, persoalannya sungguh berbeda.

Di mana pun terdapat masyarakat Islam, yang tergambar di dalamnya manhaj Ilahi, maka Allah akan memberikan kepadanya hak bergerak untuk menerima kekuasaan dan menegakkan sistem, dengan membiarkan permasalah akidah dikembalikan pada kebebasan masing-masing nurani. Persoalan ini merupakan persoalan yang menyangkut teknis, bukan persoalan yang prinsipil. Ia sekadar permasalahan seputar kondisi pergerakan, bukan masalah yang menyangkut akidah. Dan di atas prinsip-prinsip yang jelas ini, kita dapat memahami teks-teks al-Qur`an yang banyak, dalam periode kesejarahan yang selalu baru. Kita tidak lagi terjebak dalam kesalahan yang mencampuradukkan antara dalil-dalil yang sifatnya periodik dan dalil-dalil umum yang dimaksudkan untuk memprogram gerakan islam yang statis sepanjang masa.

Dinukil dari buku "Petunjuk Jalan", Sayyid Quthb

Konfrontasi Atau Mati

“Saya datang menemui umat Islam, tidak dengan senjata tapi dengan kata-kata, tidak dengan pasukan tapi dengan akal sehat, tidak dengan kebencian tapi dengan cinta”
[Henry Martyn]

Demikian pendapat seorang Misionaris legendaris pada masa klasik. Ia berpendapat bahwa Perang Salib telah gagal. Karena itu ia membawa amunisi baru: “kata, logika dan cinta”. Siapa yang tidak akan terpikat dan terjerat??

Ghozwul Fikri atau perang pemikiran sudah mafhum diketahui oleh para aktifis Islam. Semenjak kekalahan tentara kufar di perang salib, mereka putar haluan. Mereka sadar bahwa selama masih ada risalah Jihad dan Syahid, maka umat Islam akan tetap eksis di muka bumi. Beralihlah strategi perang! Perang yang biasa kita kenal dengan perang dingin atau perang urat saraf ini benar-benar memiliki bahaya laten. Dimana sang korban tidak mengetahui bahwa dirinya sedang diperangi. Hasilnya??? Memang tidak ada darah yang bercucuran secara langsung, tidak pula harta kekayaan yang tergadai atau dirampas. Tapi mungkin, sang korban akan mengalirkan darahnya sendiri dan menyerahkan hartanya untuk sang pemenang secara ‘sadar’.

Dalam peperangan niscaya akan jatuh korban. Tapi bagaimana jika korban tak mengetahui bahwa dia berada dalam posisi perang?! Inilah yang kami maksud dengan kejahatan/bahaya laten perang pemikiran (atau lebih tepatnya “invasi pemikiran”). Membodohi lawan. Menipu dan membuainya dalam ‘kemapanan’. Jika dalam pertarungan fisik genderang perang ditabuh keras, komando untuk menyerang dikumandangkan lantang hingga masing-masing pihak sadar dengan kekuatannya (posisinya). Masing-masing saling mengancam, meneror dan membuat ketakutan pada lawannya. Maka ghozwul fikri tidaklah demikian! Dalam perang ini justru, sang penggagas perang, menyerang lebih ‘kejam’ lagi. Tidak ada genderang perang, yang ada adalah tarian kesenangan, orasi pembangunan, dan teriakan-teriakan kemerdekaan/kebebasan. Musuh di perdaya sedemikian rupa hingga tidak mengetahui manuver-manuvernya. Dan keberhasilan dari setiap serangan di ukur dari sejauh mana musuh merasa dirinya aman, damai dan tidak mengetahui peperangan ini.

Kini lihatlah! Berapa banyak mujahid yang terlena, terpesona dan terdusta oleh amunisi baru tersebut. Berapa banyak pemuda melepas peluncur pundaknya. Berapa banyak kelompok militan yang melakukan gencatan senjata. Hitunglah berapa banyak! Semua seolah terperangah. Perang yang tengah berkecamuk ini benar-benar menakjubkan. Tidak ada lagi darah dan air mata kisah-kisah syahadah. Tidak ada lagi patriotisme yang romantik ditengah lelah dan letih. Tidak tercium lagi bau mesiu yang semerbak. Tidak terdengar lagi desing peluru yang melodic.

Fahmul Marokah
Para pemuda berbadan tegap kini bersiaga untuk menyandang pena. Ia bergegas menuju meja kerja. Tidak lupa ia selalu minta restu kepada bunda, “Do`akan Nanda pergi berjihad!”. Innalillahi. Berapa banyak yang syahid tanpa darah jika begini, Saudaraku!

Ruang-ruang kelas kini diandaikan sebagai medan pertempuran. Tapi permisalan ini tidak dianggap sama sekali oleh sebagian pihak. Mungkin mereka non-combatant. Tapi mengapa mereka harus hadir ditengah hilir-mudik amunisi?

Kemarin dulu, kita menang dimedan laga. Kita bisa menghitung jumlah syuhada. Kita bisa meraup ghonimah dengan bangga. Dihadapan barisan musuh, kita bisa membusung dada. Karena apa? JIHAD! Doktrin inilah yang selalu memompa darah pemuda kita, untuk kemudian berubah menjadi ‘gas air mata’ bagi siapa pun yang memperlakukan kita dengan hina.

Hari ini kita dipecundangi di medan tempur yang baru. Di ruang-ruang seminar, di gedung lobi, di simposium, kongres dan sidang-sidang pertemuan. Lantas setelah kalah kita berkesimpulan perang hanya dengan senjata dan martyr. Sementara tunas-tunas baru generasi yang hendak belajar, malah pergi ke ruang pembantaian ideologi. Mereka lupa bahwa ini semua monolog pendiktean, bukan dialog peradaban.

Menguatkan Ingatan
Astagfirulloh! Sesungguhnya bumi ini senantiasa subur dengan darah dan airmata. Jika bukan milik para pejuang, ia akan mengalir dari kaum tertindas. Tidak jauh berbeda memang, tapi kemuliaan dapat dimengerti oleh orang-orang yang berakal.

Seperti inikah kita dididik dan diajarkan tentang kehidupan?! Atau mungkin kasih-sayang mereka begitu besar hingga tak rela melepas kami dari gendongan. Dimana tangis kami ayah-bunda..? Sebentar lagi kalian para orangtua, akan melihat kami “layu sebelum berkembang”. Sementara kalian membusuk disudut pasar globalisasi. Di kota, di desa-dunia (global village) tempat kalian lahir dan melahirkan kami. Lihatlah pistol-pistol sudah terkokang dijidat tetangga kita. Tengoklah ke layar ruang kontrol nuklir mereka, kearah mana titik ordinat menuju?!.

Hari ini kita mengalami dua kekalahan. Kalah karena tak tahu. Dan kalah karena sok tahu. Tidak tahu termanisfestasikan pada ketidaktahuan medan, senjata musuh dan kawan. Sok tahu dalam segala rumusan yang merupakan kebodohan. Sok tahu karena menganggap perang hanya satu. Sok tahu karena berpendapat perang telah usai, atau belum dimulai sama sekali.

Kita dilupakan oleh kenyataan dihadapan. Sementara ingatan kita hanya pada kejayaan masa silam. Kita lupa bahwa dulu mereka lemah. Kita lupa bahwa sekarang rezim ini milik mereka. Lantas kita masih saja berharap pada islah politik dan taghyir budaya. Sementara mereka melakukan yang sebaliknya.

Akhirnya, pertanyaan untuk Anda: Siapa rezim yang bertahta? Lalu bagaimana merebut tahta dari rezim yang bersenjata? Tidak dapat mengelak lagi, doktrin Armagedon, Perang Dunia Ketiga –atau apapun sebutannya—harus benar-benar disambut dengan persiapan yang kaafah! Di lapangan, sekolah, dan ruang-ruangan perkuliahan...

Kata-kata Pilihan "Syaikh Usamah bin Laden"

Syekh usamah bin ladin mujahid dan mujaddid jaman ini, telah menggetarkan musuh Aloh ,kini berada di bumi hijrah yang sedang mearisteki akan kehancuran Amerika dan sekutunya .telah banyak mutiara dari beliau yang memotifasi segenap mujahidn untuk tetap optimimis komentar beliau terhadap para mujahidin “manhataan”/para Syuhada 11 september yang telah mengukir sejarah
"Para pemuda itu betul-betul meyakini bahwa apa yang disisi Alloh SWT itu lebih baik dari pada kehidupan dunia yang fana ini, yang mereka tidak hanya sekedar mengatakannya saja, akan tetapi karena mereka mengatakannya dan meyakininya. Sesuatu yang ghoib itu telah mengakar di dalam hati mereka bahkan sampai di dalam akal dan hati mereka seakan-akan mereka melihatnya, seakan-akan mereka melihat surga-surga Alloh SWT.”


“Sekali-kali Amerika tidak akan dapat bermimpi, sekali-kali Amerika tidak akan dapat bermimpi untuk hidup tenang jika kita belum benar-benar dapat hidup tenang di Palestina dan di negeri Haromain serta diseluruh negara-negara islam dengan izin Alloh SWT. Dan kami beritahukan berita gembira kepada kalian dengan karunia Alloh sejak beberapa pekan bahwa saudara-saudara kalian telah keluar dengan membawa kepala-kepala mereka di atas bahu-bahu mereka mencari kematian yang dia perkirakan hanya untuk mendapatkan keredhoan Alloh SWT, maka aku berharap kepada Alloh SWT untuk memberikan kemenangan kepada mereka dan menjadikan tepat sasaran tembakan mereka. Sesungguhnya Alloh Maha pelindung dan Dia mampu untuk melakukannya”

“Dan perbedaan yang sangat luar biasa antara kekuatan militer kami, baik jumlah maupun persiapan kami dibandingkan dengan peperangan….. Akan tetapi dengan karunia Alloh yang juga merupakan perbedaan yang sangat luar biasa tentang… tentang keimanan, keyakinan, dan rasa bersandar kepada Alloh SWT. Perbedaan antara kami dengan mereka sangat luar biasa…. Sangat…. Sangat luar biasa dengan karunia Alloh SWT. Karena kami…. Pada hakekatnya karena kita hanya bersandar kepada Alloh SWT saja.”

“Abu Righool dan cucu-cucunya telah muncul, mereka muncul untuk menghidupkan negeri Haromain, sehingga dapat menjadi penjaga yang membolehkan bagi tank-tank Amerika, bagi tentara-tentara Amerika bahkan bagi sipil yang bersenjata dari orang-orang Yahudi dan Nashroni mereka berjalan-jalan dan mengitari negeri yang Nabi Muhammad SAW dilahirkan disana. Di negeri yang Jibriil menurunkan Al Qur-aan Al Adhiim dari langit kepada Nabi Muhammad SAW.
Masalah negeri ini sangat besar, karena itu adalah negeri yang paling dicintai oleh Alloh SWT sebagaimana yang telah disebutkan dalam sebuah hadits shohih dari Nabi SAW, akan tetapi hari ini suku Quroisy hatinya tidak lembut setelah Ali pewaris Nabi Muhammad SAW. Aku bersumpah kepada Alloh bahwa mereka berada di dalam penjara-penjara Jazirah Arab dalam keadaan tertutup dan yang lainnya namun Amerika berjalan-jalan dan mengitari negeri Muhammad SAW, apakah di dalam diri manusia tidak ada rasa iman? Apakah di dalam diri mereka tidak ada rasa ghiroh (sentimentil) terhadap agama Muhammad SAW? Ya Alloh! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang telah diperbuat oleh Abu Righool, saudara-saudaranya dan para pembantunya. Dan di negeri checnya! Apa yang kalian ketahui tentang checnya? Bagaimana saudara-suadara kita di checnya merayakan hari raya di sana? Mereka sedang berhari raya sedangkan dentuman roket-roket menggoncang bumi disana. pemusnahan, penghancuran, pemutusan jembatan, meluluhlantakkan rumah-rumah, serta menumpahkan darah sehingga darah kaum muslimin menjadi darah yang paling murah. Wa laa haula wa laa quwwata illa billah”.

Mereka mengembargo anak-anak kecil di negara Irak, yang menurut pengakuan seorang nashroni telah memakan korban yang meninggal lebih dari satu juta anak-anak. Wa laa haula wa laa quwwata illa billah……………………”

“Ketika anak-anak kecil, anak-anak singa di Palestina yang terjajah berusaha bangkit untuk mempertahankan negeri tempat isro’ nya Nabi SAW setelah orang-orang tua menterlantarkan mereka dan setelah pemeritah, para pemimpin juga menterlantarkan dan bahwa pengkhinatan para penguasa di kawasan Timur tengah telah mencapai hingga tulang sumsum mereka.

Dimana mereka berkumpul? Mereka berkumpul di negeri Mesir, bumi Kinaanah disisi hakim Syarom Al Syeikh, untuk apa? Untuk menolong yahudi dan menolong orang-orang Yahudi, untuk membantu orang-orang dzolim yang telah membunuh orang-orang lemah dari kaum muslimin”.
“Sebagaimana para penguasa arab menjadikan para penghuni Gedung putih sebagai tuhan bagi mereka selain Alloh mereka mengikutinya dalam masalah penghalalan dan pengharaman”

“Lalu apa dosa rakyat Afghonistan sehingga mereka diembargo oleh kekafiran dunia dan oleh PBB yang seluruh negara-negara arab dan islam turut andil di dalamnya sebagai persetujuan akan keputusannya”.
“Ya Alloh! Aku berlepas diri dari apa yang telah diperbuat oleh para penguasa thoghut yang dzolim yang telah mengembargo kaum muslimin melalui tangan-tangan orang Salibis dan menjadikan mereka sebagai pelindung dan teman dekat selain dari orang-orang mukmin.

Alloh SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَآءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al Maa-idah : 51)”.

Akan tetapi insyaAlloh kemenangan yang akan datang ke negeri Hijaaz dan Najed yang akan membuat Amerika lupa tentang petaka Vietnam, Beirut dan yang lainnya”.

“Maka mulailah ada gerakan rakyat yang besar untuk menjatuhkan pemerintahan yang berlaku, yang bersepakat hanya untuk sekedar mencari jabatan daripada menolong islam dan kaum muslimin dan perasaan emosi rakyat ini semakin panas hingga tak dapat dibayangkan terhadap Amerika.

Dan para penguasa tersebut telah kafir kepada Alloh yang Maha Agung dan bahwa tanda-tanda keimanan mereka telah menyebabkan kerancuan makna dari kalimat Laa ilaaha illalloh.

Apalagi ditambah dengan perwalian mereka kepada Yahudi dan Nashoro, mereka tidak berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Alloh, namun mereka menerima tekanan Amerika untuk tunduk kepada USA yang menjadikan dirinya (Amerika) sebagai tandingan selain Alloh dan sebagai sekutu di dalam membuat undang-undang bagi manusia selain Alloh sehingga para penguasa di wilayah Timur Tengah tidak menyembah Alloh pemilik Baitil Atiiq akan tetapi menyembah pemilik Gedung putih yang tidak berhak diberikan kecuali kepada Alloh, maka sesungguhnya perkataan mereka memiliki tanda-tanda keimanan adalah pengkaburan, dan dosa apa yang lebih besar dari pada pengkaburan makna laa ilaaha illalloh”.

“Setelah kita mengetahui penyakitnya maka inilah obat dan penyembuhnya terdapat di dalam kitab Alloh. Yaitu hijroh dan jihad adalah yang paling agung ciri-cirinya di dalam kitab Alloh, Iman, Hijroh dan Jihad:
وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا , وَالَّذِيْنَ آوَوْا وَنَصَرُوْا , يشهد لهم بالإيمان الحق
“Dan orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad dan orang-orang yang membantu dan menolong mereka maka dipersaksikan bahwa iman mereka adalah benar”.

Maka tidak akan lurus urusan agama ini kecuali dengan berhijroh yang merupakan warisan Nabi Muhammad SAW yang menyatakan dengan terang-terangan sebagaimana keluarnya Rosululloh SAW dan keluarnya para shahabat yang mulia. Dan ini adalah merupakan sunnatulloh di dalam agamanya bahwa setiap orang yang membawa kebenaran pasti akan dimusuhi, maka orang-orang yang tidak dimusuhi yang telah terbukti berwala’ kepada orang-orang kafir dan berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Alloh, ketahuilah bahwa sesungguhnya dia tidak beradaq di atas jalan yang lurus dan tidak diatas manhaj yang benar. Tidaklah seseorang datang dengan membawa seperti apa yang telah engkau bawa kecuali pasti akan dimusuhi, karena mereka tidak akan ridho kepada orang-orang yang benar kecuali jika mereka dapat berkompromi dengan orang-orang yang benar tersebut:
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ

“Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)”. (QS. Al Qolam : 9).

Kamu ingin makan dan minum bersama mereka dan kamu menegakkan beberapa bentuk ibadah yang tidak bertentangan dengan manhaj mereka itu tidak mengapa bagimu. Namun jika kamu ingin menjadikan agama ini semuanya milik Alloh, maka tidak ada jalan lain kecuali kamu berhijroh dan berjihad sebagaimana yang telah dilakukan oleh sebaik-baik manusia Muhammad SAW”.

“Sehingga dia tidak dapat membuktikan kecintaannya kepada Alloh dan Rosulnya. Bagaimana dia dapat membuktikan sedangkan dia duduk-duduk bersama para perempuan, padahal inilah agama Alloh yang telah datang kabar bahwa Romawi ingin memerangi mereka di Tabuuk, dan inilah Rosululloh SAW telah keluar pada waktu panas dan terik matahari ingin membela agamanya sedangkan kamu hanya duduk-duduk tidak mau membela agama. Bagaimana dia dapat membuktikannya, sedangkan dia tidak dapat membuktikan kecintaannya kepada Alloh dan kecintaan kepada RosulNya SAW dan dia tidak menafikan akan hal itu”.

Kisah Mujahid Bosnia 5

ABU ABDULLAH AS SYARQY

( MUSY’IL AL QOHTHONY )


Beliau seorang yang hafal Al Qur’an Al Karim, dan beliau adalah salah satu mahasiswa di Kuliyah Sar’iyyah di Ahsa’ dan termasuk orang yang mempunyai ilmu syar’ie.

Akhlaqnya yang mulia sungguh menakjubkan, sifatnya mulia, ketenangan jiwanya yang mengherankan, dan kewibawaan yang Allah berikan kepadanya. Jikalau engkau melihatnya maka engkau akan melihat pancaran cahaya ketaatan keluar dari wajahnya. Beliau termasuk orang yang ikut serta teman-temannya berjihad di Afgahanistan memerangi Rusia dan Komunis. Beliau berjihad bersama kakaknya, dan kakaknya telah terbunuh disana sebagai syuhada’.

Setelah terbunuhnya sang kakak, beliau pulang kembali ke orang tuanya di kota Al Jabil di daerah timur dan beliau melanjutkan kuliah di Universitasnya sampai ibunya wafat – semoga Allah merahmatinya -.

Dahulu beliau sering merayu ibunya untuk diijinkan berangkat ke Bosnia, akan tetapi ibunya tidak mengijinkannya. Kemudian beliau meminang seorang perempuan dari keluarga baik-baik, beliau memberikan tenggang waktu untuk melaksanakan akan nikah, akan tetapi Allah menolak rencana itu dan menikahkan beliau dengan Hurun ‘Iin.

Ketika beliau berada pada semester akhir di Universitasnya, beliau sudah tidak sabar lagi ketinggalan jihad dan beliau mengikuti berita-berita para mujahidin disana. Lalu beliau mengemasi kopernya bertepatan masuknya bulan Romadhon yang mubarok pada tahun 1415 H. dan beliau ingin menghabiskan bulan yang mulia ini di sana – Bosnia -. Kemudian beliau bertemu dengan salah seorang teman yang menemani beliau ke Ibu Kota Kroasia yaitu Kota Zaghrob. Ketika beliau menginap di sebuah Hotel selama tiga hari, selama menginap disana ada kejadian yang luar biasa yang beliau alami, yaitu bertemu perempuan yang cantik.

Akhirnya beliau memutuskan tinggal di Hotel selama tiga hari bersama temannya. Ternyata disana ada seorang perempuan yang bekerja di Hotel itu. Perempuan tersebut mengagumi kepribadiannya, yaitu ketika ia melihat jenggot beliau yang lebat dan parasnya yang tampan, maka perempuan itu mulai merayu dan menggodanya. Akan tetapi Allah menjaganya dari perbuatan keji perempuan tersebut hingga berlalu selama tiga hari. Kemudian perempuan tersebut datang untuk memamerkan dirinya di ruang tunggu. Perempuan itu berkata kepada lelaki – saudara - tersebut : “ Jikalau aku menginginkanmu sungguh aku akan menggodamu seperti aku telah menggoda sepuluh lelaki lain sepertimu “. Akan tetapi lelaki tersebut pergi dan berlalu begitu saja meninggalkan perempuan itu. Dan melajulah ia dengan mengendarai pesawat terbang menuju Bandara Seblit. Sesampainya di Bandara beliau menyewa Bus untuk masuk ke Bosnia, maka Allah pun memudahkan jalan masuk baginya sampai bumi yang diidam-idamkannya selama ini untuk dimasuki, dan itu bertepatan dengan ketentuan yang Allah tetapkan pada ajalnya pula ( “ Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati “. QS. Luqman : 34). Merupakan kebahagiaan tersendiri bagi beliau ketika masuk ke Bosnia, hampir-hampir beliau tidak dapat menceritakannya – karena sangat gembira –, apakah benar beliau telah masuk bumi jihad ? apakah benar bahwa beliau akan memerangi musuh-musuh Allah Serbia ? apakah benar beliau akan dapat ribath ? dan …. Dan ….., ya ! semua itu benar.

Beliau pergi ke daerah Turofnik dan bergabung dengan para mujahidin di sana. Tempat mujahidin berada di dalam sebuah rumah yang sederhana yang terletak di sebuah desa kecil, di desa itu terdapat beberapa Masjid dan desa tersebut berdekatan dengan Serbia.

Beliau memulai kegiatannya seperti halnya hujan, yaitu beliau mengajar anak-anak surat Al Fatihah dan sholat. Beliau juga mengajar yang dewasa. Demikianlah kegiatan beliau jika sedang berada di desa, hingga penduduk desa mencintai beliau. Bahasa tidak menghalangi beliau – untuk berdakwah – cukup dengan niat yang jujur mengajar mereka dengan bahasa isyarat. Dan jika beliau berada di Front maka beliau banyak bergaul dengan orang-orang Bosnia untuk berdakwah kepada Allah dan menyampaikan risalah-Nya kepada mereka sesuai kemampuan yang beliau miliki.

Beliau melakukan kegiatan seperti itu terus-menerus sampai akhir bulan Romadhon yang mubarok, hingga datanglah orang yang memanggil “ Wahai pasukan Allah majulah “. Hingga datang amaliah di Gunung Falasyij As Syahiroh, yaitu di puncak Gunung yang amat tinggi dan strategis yang dikuasai oleh Serbia. Dan berkali-kali mereka menyerang kaum muslimin dengan menggunakan Mortar dari atas puncak Gunung. Maka para mujahidin pun mengadakan persiapan untuk menghadapi peperangan yang sangat menentukan itu.

Para mujahidin menggunakan strategi memasuki daerah Serbia dengan mengambil jarak tiga kilo meter sebagaimana yang diceritakan oleh orang yang mengikuti peperangan pada saat itu. Dari sana mujahidin dapat memutuskan bantuan untuk tentara Serbia dan mujahidin dapat menyerbu pasukan gunung dengan keseluruhan..

Dua hari sebelum amaliah, Abu Abdullah bercerita pada salah seorang teman. Beliau berkata kepada temannya : “ Aku bermimpi bahwa aku dapat membunuh dua orang Serbia lalu meluncurlah dua peluru kepadaku di sini hingga aku terbunuh “. Maka temanya tersebut memberi kabar gembira kepadanya bahwa dia akan mendapatkan syahadah secara nyata. Dia mengucapkan Allahul Musta’an kami bukan orang yang layak mendapatkan syahadah. Dan dia menyuruhnya untuk merahasiakan mimpinya itu.

Singa-singa Allah bergerak menuju medan tempur dan merayap hingga tiba waktu fajar. Mereka mendaki Gunung hingga mendekati terbitnya fajar. Dan para mujahidin sama merasakan keletihan berjalan dan tidak dapat memulai perang. Maka komandan memerintahkan kepada semua mujahidin berbuka puasa, maka berbukalah para mujahidin karena takut atas musuh mereka jika mereka tidak berbuka.

Mulailah peperangan yang dahsyat dan hebat itu bersamaan terbitnya fajar, dan saudara kita ini pun bertekad bertempur untuk membunuh musuh di medan perang. Majulah ia bersama dua mujahidin, lalu keluarlah sekelompok tentara Serbia yang ketakutan dan mereka saling berhadap-hadapan. Maka Abu Abdullah menghadapkan senapan mesinnya – LMG – kepada mereka hingga beliau dapat membunuh dua orang dari mereka, dan meluncurlah dua serangan tepat di leher beliau dan terbuktilah mimpi beliau. Dan berjatuhanlah dua temannya yang terluka oleh serangan Serbia, dan para mujahidin lainnya berada di belakang mereka pada jarak beberapa meter saja, akan tetapi mereka tidak dapat menyelamatkan orang-orang yang terluka karena tempat mereka dekat dengan Serbia, maka Serbia pun hendak mengambil mereka untuk dijadikan tawanan, lalu salah seorang teman yang terluka berdo’a kepada Allah “ Ya Allah ….. Ya Allah ….. Ya Allah ….. beberapa detik kemudian turunlah kabut yang sangat tebal hingga para mujahidin bisa mendekat kepada teman-teman tersebut dan menyelamatkan mereka. Dan Serbia pun kabur lari terbirit-birit ketakutan.

Para mujahidin mendapatkan saudara kita Abu Abdullah As Syarqi telah meninggal dalam keadaan shoum tidak berbuka, dan tampaklah di wajahnya senyumnya yang menakjubkan, sungguh ini adalah tanda-tanda – kesyahidannya -. Kemudian ketika teman-temannya membawa turun jasad beliau ke Desa dan mereka menggalikan lubang kuburnya, maka keluarlah dari tubuhnya aroma wangi Misk yang disaksikan semua orang yang menghadiri pemakamannya.

Sungguh ! Allah telah mengsihi Abu Abdullah As Syarqi, seorang hafidz (hafal) Al Qur’an, orang yang bertaqwa, waro’ dan tawadhu’. Semoga Allah memperbanyak jumlah contoh dari para mujahidin yang sholih pada ummat Islam.


from : kisah perjalanan peminang bidadari

Kisah Mujahid Bosnia 4

ABDUL HADI AT-TUNISY


Beliau termasuk dari para lelaki yang taat… beliau adalah Abdul Hadi At Tunisy. Allah memberikan kekuatan badan kepadanya, akal yang cerdas, hati yang bersih. Selalu menampakkan senyum sepanjang hidupnya, dan beliau seorang pemberani yang tidak dapat digambarkan keberaniannya.

Beliau termasuk orang yang pertama-tama datang ke Afghanistan bersama teman-teman arab lainnya. Pada saat itu orang-orang arab sedang membuka leber-lebar bantuannya.

Beliau adalah seorang bisnismen dan saudagar di Tunis dan Eropa. Dan beliau lihai dalam hal ulah-kanuragan (beladiri). Beliau menguasai karate dan telah menyandang sabuk hitam yang menunjukkan kekekaran tubuh beliau.

Allah memuliakan beliau dengan masuk ke bumi jihad dan berserikat dengan para ikhwah mujahidin Afghan di dalam jihad. Dan Allah memuliakan beliau dengan mengikuti banyak amaliyat, hingga Allah berkehendak kepadanya menjadikan beliau tawanan perang – musuh -.

Orang-orang Rusia menangkap beliau dan menjebloskannya ke dalam Penjara pusat di Kabul. Penjara inilah yang menampung tawanan mujahidin arab ketika terjadi aliansi utara. Semoga Allah membebaskan mereka. Amien ….. amien …..

Sebenarnya beliau adalah orang arab yang tertawan paling dulu di Afghanistan. Beliau selalu di pukuli dan disiksa dengan siksaan yang berat hingga mereka lelah di dalam menyiksa. Hingga pada akhirnya mereka memaksa beliau ditayangkan di siaran Televisi Afghan dan – beliau dipaksa – berbicara di depan manusia bahwasanya beliau datang ke Afghanistan dalam rangka membantu Amerika untuk menguasai Afghanistan… dan … dan … dan … - dipaksa untuk – berbicara yang dapat menyakiti pendengaran mujahidin. Maka beliaupun menolak paksaan itu hingga beliau disiksa, bahkan mereka mengkoyak-koyak tubuh beliau. Akan tetapi beliau – tetap tegar - bagaikan Gunung yang kokoh, seperti kokohnya Gunung Torabora yang diguncang dengan Bom tapi ia tetap kokoh tidak terkoyak.

Disana ada seorang ikhwah arab yang ditawan, lalu mereka mengeluarkannya setelah dipaksa untuk tampil di tayangan Televisi untuk mengucapkan apa yang mereka kehendaki.

Kabar – tentang kekokohan Abdul Hadi – sampai ke telinga pegawai penjara hingga menjadi berita utama di penjara. Datanglah salah satu perwira Rusia yang disebut-sebut sebagai pembesar dan orang yang mulia dan ia berhenti di depan sel teman kita ini – Abdul Hadi -.

Perwira itu berkata: “Keluarkan orang arab ini kepadaku agar ia mendapat pelajaran yang tidak dapat ia lupakan, dan akan aku didik – siksa – dia“.

Benar … mereka mengeluarkan singa Abdul Hadi dan berhenti tepat di depan perwira itu. Perwira itu melihatnya dengan pandangan mengejek lalu memukulnya dengan pukulan yang kuat. Dia berkata: “Dimana Robmu yang engkau sembah? Suruh dia turun menolongmu!“ Mendengar ejekan itu berkobarlah amarah singa Abdul Hadi, beliau marah karana Allah ‘Azza wa Jalla, lalu beliau mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya yang telah pudar dan beliau bergerak dengan gesit mengarah perwira itu dan langsung memukulnya. Hingga beliau dan perwira itu sama-sama jatuh pinsan. Begitulah beliau dalam kondisi lapang dan sempit. Beliau marah karena Allah dan menolong Dien-Nya. Sampai Allah memudahkan urusannya dan mengeluarkan beliau dari tahanan setelah berlalu lima tahun ia jalani di dalam penjara Rusia komunis.

Ketika engkau saksikan tubuhnya maka perasaan ini akan menjadi semangat….. engkau saksikan tulang iga dadanya semuanya remuk bekas pukulan, kedua tangan dan kakinya patah.

Sungguh siksaan macam apakah yang telah beliau alami !!! dan derita apakah yang beliau rasakan !!!

Syekh Sayyaf membawa beliau ke negeri Eropa untuk berobat, hingga Allah memberikan kesembuhan beliau setelah berobat selama satu tahun penuh. Kemudian beliau kembali lagi ke Afghanistan, dan beliau mendengar ada amaliyat besar-besaran di Jalalabad. Lalu beliau menyiapkan diri dan masuk bersama mujahidin ke medan perang dan terbuktilah kepahlawanan dan pengorbanan beliau.

Beliau masuk ke dalam bersama dengan salah seorang ikhwah dari Saudi – saya lupa kunyahnya -, dan beliau menjadi fotografer majalah Bunyanul Marshus.

Orang-orang Afghan melakukan Wideroll – mundur -….. dan orang-orang Komunis dapat menduduki daerah tersebut dan mengepung kedua ikhwan kita ini, lalu keduanya dibunuh oleh orang komunis sebagai pahlawan. Hingga keduanya terbunuh – semoga Allah merahmati keduanya – dan diterima-Nya masuk ke dalam Jannah-Nya.

Allah telah mmberikan rahmatnya kepada Abdul Hadi At Tunisi dan menerima amalnya selama lima tahun mendekam di dalam penjara Rusia.

Allah telah melimpahkan rahmatnya kepada seorang arab yang paling dahulu di penjara di Afghanistan…..

Allah telah melimpahkan rahmatnya kepada semua syuhada’ dan menerima semua amalan mereka yang telah lalu …..


from : kisah perjalanan peminang bidadari

Kisah Mujahid Bosnia 3

ABU BAKAR AT TURKI


Kami ingin meceritakan kisah beliau disini itu setelah kamu mendengar kabar terbunuhnya beliau –semoga Allah merahmatinya – bersama Abu Ja’far Al Yamani – semoga Allah menerima keduanya -. Dan bumi pertama yang mereka berjihad adalah bumi Bosnia…..

Ketika engkau layangkan pandanganmu kepada sosok lelaki ini maka engkau akan merasa senang dan simpati kepadanya. Jiwanya adalah jiwa tentara. Aku melihat lelaki ini pertama kalinya pada awal tahun 1414 H. di garis belakang sedang berkumpul bersama mujahidin di front Syarisya. Di front itulah terbunuh seorang singa Allah Abu Tsabit Al Mishri – bukan Abu Tsabit Al Muhajir Al Mishri -. Ketika itu aku berjumpa beliau dan beliau tidak bisa berbahasa arab sedikitpun ?? akan tetapi aku melihat di wajahnya pancaran semangat untuk menolong saudara-saudaranya Bosnia. Beliau berada di front itu atas kepemimpinan Al Gonaim. Beliau belajar disana, tadrib disana dan makan disana. Beliau mengirimkan makanan ke garis depan kepada mujahidin. Melihat beliau ketika berada di front itu menimbulkan kesenangan dua hal. Yang pertama bahwa makanan telah beliau sajikan dan yang kedua dapat melihat wajah beliau yang memancarkan ketaatan – dan kita tidak mensucikan seseorang atas Allah -.

Berlalulah hari-hari dan mulailah peperangan-peperangan di tahun 1415 H. beliau menyergap dan berkeliling di depan musuh-musuh Allah Serbia dengan menampakkan sikap kasar dan pembunuh. Sampai datanglah hari yang menyedihkan yang menyebarkan kabar tentang pemberhentian peperangan di Bosnia, dan telah terjadi rundingan sepakat antara pentolan Serbia, Kroasia dan orang Islam untuk menghentikan perang karena ketetapan DAITON !!!!!?????.

Aku melihat roman mukanya begitu sedih, dan pertanyaan melintas berkali-kali difikirannya apakah yang ia dengar ini benar ? ya … ya …. Apakah jihad telah selesai ……………..? Demi Allah sungguh seluruh yang dia miliki telah sirna, bahkan harta dan keluarganya telah hilang. Maka akupun memberikan hadiah untuk menghibur beliau dan aku beri kabar gembira kepada beliau bahwa disana masih ada front peperangan, yaitu front peperangan yang ada di Chechnya. Maka meledaklah kegembiraannya dan kembalilah beliau bisa tersenyum. Wajahnya tampak cerah lagi tampan….. Allahu Akbar ….. Allahu Akbar ….. – kata beliau - aku akan pergi ke sana dan bergabung dengan teman-temanku orang-orang Chechnya dalam berjihad. Dan aku cari karomah Allah dengan mendapat syahadah di jalan-Nya. Akan tetapi beliau terikat dengan sebagian urusan di Bosnia. Lalu beliau mendahulukan pergi ke Chechnya. Maka beliau keluar lagi dari Chechnya dan masuk ke Bosnia kedua kalinya.

– Kata beliau – aku tak bisa pulang ke Qitr, dan itu karena kecintan beliau yang mendalam kepada teman-teman mujahidin. Beliau begitu terkesan dengan mereka dan senang melihat wajah-wajah mereka dan beliau menceritakan kepada mereka tentang saudara-saudara mereka di Chechnya.

Ketika beliau melihat aku maka beliaupun gembira lalu memeluk aku dengan pelukan hangat dan air matanya bercucuran dan beliau berkata kepadaku : “ Aku bertanya kepadamu demi Allah apakah masih ada jalan untuk masuk ke Chechnya ? “. Aku katakan kepadanya : “ Ya. Masih ada jalan “. Beliau berkata : “ Utuslah aku “. Akupun memeluk beliau dengan pelukan hangat, pelukan perpisahan yang terakhir kalinya. Akupun pulang ke Qitr dan beliau melanjutkan pergi ke Chechnya.

Beliau dapat masuk ke Chechnya, akan tetapi ??? perang telah usai!!! Beliau tinggal disana setelah perang selesai. Beliau mengajar dan membantu saudara-saudaranya Bosnia. Dan sungguh beliau sangat merindukan untuk bertemu dengan Hurun ‘Ien – bidadari – dan beliau selalu mengatakan “ Ya andaikan ……. Andaikan …….. Allahu Akbar ….. bagaimana rasanya bertemu dengan Hurun ‘Ien ….. bagaimana rasanya masuk Jannah ….. “.

Setelah berlalu satu tahun beliau keluar menuju negerinya Turki, maka beliau menghubungi salah satu teman mujahidin dan mengatakan sambil menangis : “ Apa yang menjadikanku keluar dari Chechnya ? Demi Allah ! Sesungguhnya hidup ini tidak berarti setelah usainya jihad dan ribat dan….. dan ….. dan … dan ….. “. Maka beliau kembali lagi kedua kalinya ke Checnya dan tinggal disana hingga datanglah perang yang kedua.

Pada akhir hari-harinya beliau selalu bersama komandan yang mulia yaitu Abu Ja’far Al Yamani – semoga Allah merahmatinya dan menerima amalnya -.

Ketika keduanya sedang merancang untuk memasang ranjau maka pada saat itu juga meledaklah ranjau itu, maka kedua singa itu pun menemui syahadahnya. Semoga Allah menerima keduanya di dalam bilangan para syuhada dan menampatkan mereka di Jannah.

Semoga Allah merahmati perjalanan yang mulia itu dan merahmati wajah yang bercahaya itu ………..



from : kisah perjalanan peminang bidadari

Kisah Mujahid Bosnia 2

ABU DUJANAH AS SYARQI

( FAHD AL QOHTONY )


Dalam memulai pembicaraan kisah seorang mujahid yang telah syahid insya Allah, terlebih dahulu kami sampaikan hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam :

إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتىَّ لاَيَبْقَى بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّهِ فَيَسْبِقَ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَمُوتُ ثُمَّ يَدْخُلُ الْجَنَّهَ

“Sesungguhnya salah seorang diantara kalian ada yang beramal dengan amalan penghuni neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka itu tinggal satu hasta, kemudian ia beramal dengan amalan penghuni Jannah, lalu Al Kitab (catatan taqdir) telah menetapkannya, kemudian ia mati lalu ia masuk ke dalam Jannah “.

Ikhwan kita Abu Dujanah adalah seorang sopir Truk di daerah timur, sementara di daerah timur inilah kejahiliyahannya begitu besar.

Suatu hari ketika ia sedang pergi ke Bahroin untuk mengantar paket, dia seperti orang gila – sedang mabuk -, hingga akhirnya Truk yang dikendarainya oleng dan terplanting di atas jembatan Bahroin. Akan tetapi Allah menyelamatkan dia dengan mobilnya yang tersangkut di jembatan hingga ia tidak terjatuh ke laut, dan ketika itu dia pingsan atas taqdir Allah.

Pada tahun 1413 H. atau pada awal tahun 1414 H. ada dua orang yang hendak pergi ke Bosnia melalui jalan Bahroin. Ketika keduanya sedang melalui Jembatan keduanya melihat Truk yang bagi mereka sudah tidak asing lagi, lalu mereka berhenti dan turun menuju Truk tersebut, keduanya mendapatkan seorang di dalam Truk tersebut yang ternyata ia adalah tetangga salah satu dari dua orang tersebut yaitu Abu Dujanah-, kemudian orang tersebut dikeluarkan dari dalam Truk, kemudian keduanya melanjutkan perjalanannya menuju timur.

Ketika keduanya selesai mandi dan wudhu maka keduanya sholat. Kemudian keduanya memberi nasehat kepada seorang – yang diselamatkan dari dalam Truk tersebut -. Kedua saudara itu berkata kepada orang tersebut : “ Jikalau engkau mati pada saat kecelakaan itu sungguh kamu mati dalam ma’siyat bahkan lebih besar lagi, oleh karena itu pujilah Allah yang telah menyelamatkan kamu dari kematian itu, karena Allah tidak mengakhiri hidupmu dalam kemaksiyatan “. Nasehat kedua saudara ini masuk ke dalam hati lelaki tersebut. Kemudian kedua saudara ini melanjutkan perjalanannya. Lalu lelaki itu – Abu Dujanah – menginstropeksi diri dan meninggalkan teman-temannya yang rusak.

Ketika ada teman yang melihatnya di sebuah terminal Truk, mereka pergi menemuinya dan didapati dia sedang sendirian dengan memegang Mushaf dan sedang membacanya. Teman-temannya tidak percaya melihat pemandangan tersebut dan mereka mengira bahwa dia hanya pura-pura karena takut dari – incaran – pemerintah.

Setelah berlalu beberapa bulan, pulanglah kedua shahabatnya yang habis pergi dari daerah timur. Kamudian ia pergi ke rumah salah satu dari keduanya, lalu ia ketuk pintunya dan mengucapkan salam dengan suara keras.

Saudara yang di dalam rumah tidak mengenalinya. – karena – jenggotnya telah tumbuh lebat, pakaiannya diatas mata kaki dan terpancarlah cahaya dari mukanya, kemudian ia mengenalkan dirinya – bahwa dia adalah Abu Dujanah -. Bergembiralah hati saudara ini, tidak ada kebahagiaan selain pemandangan yang bagus ini, kemudian ia dipersilahkan masuk. Dia bertanya tentang persoalan jihad dan kondisi Bosnia dan keutamaan Syuhada dan para mujahidin dan ribath dan ….. dan….. dan …..

Setelah mendengar jawaban yang ditanyakan lalu ia berkata : “ Kalau begitu jalan yang paling dekat menuju Jannah adalah Jihad fie sabilillah. Sekarang umurku sudah 36 tahun dan dipenuhi dosa dan ma’siyat. Aku meminta kepadamu demi Allah akan menemanimu berjihad !

Saudara tersebut berkata kepadanya : “ Sekarang Bosnia sedang dikepung dari segala penjuru dan tidak mudah untuk masuk kesana, padahal saudara-saudara kita disana sedang menanti ada orang yang bisa membuka jalan masuk.

Adapun kalau ditempuh dari Kroasia dan Slevonia kedua negara ini penuh kema’siyatan, khomer, wanita jalang, dan penuh fitnah yang seseorang tidak mampu menahannya “.

Abu Dujanah berkata : “ Aku akan pergi walaupun aku harus menunggu selama satu tahun “. Dan dia berusaha memuaskan saudaranya itu.

Dan betul ternyata Abu Dujanah pergi ke Kroasia dan tinggal di sebuah kota dekat pantai di Eropa yang penuh dengan fitnah dan gemerlapnya dunia, sementara Abu Dujanah adalah seorang yang baru saja sadar dari kema’siyatan. Ia telah sampai di kota itu yang merupakan perbatasan dengan Bosnia Herzegovina. Ia tinggal di sebuah rumah yang kecil bersama seorang teman yang datang dari Turki sekitar enam bulan lamanya demi mencari jalan masuk ke Bosnia. Seluruh waktunya ia pergunakan sholat dan ibadah dan mempelajari urusan-urusan Dien kepada seorang teman Da’I disana, hingga pada akhirnya ia mendapatkan kabar gembira dibukanya jalan menuju Bosnia. Lalu pergilah ia ke Bosnia dan masuk ke sana yang selama ini ia impikan dan nantikan untuk bisa masuk bergabung dengan para mujahidin. Lalu bergabunglah ia dengan sebuah pasukan mujahidin di daerah Zintisia dan ia tadrib (diklat) disana dan menyusun kekuatan.

Disana ada ma’rokah (medan perang) yang dekat dengan daerah Syirisya, lalu beliau masuk ke daerah itu dan daerah itu adalah petama kalinya ma’rokah (medan peperangan) yang ia ikuti dalam perjalanan jihadnya, dan Allah memenangkan mujahidin dalam amaliah – oprasi - tersebut. Dan para mujahidin membuat khondaq (parit) di front tersebut dan mendapatkan kemulian ribat (berjaga) fie sabilillah.

Setelah berlalu dua bulan dari amaliah tersebut terjadilah amaliah yang lebih kuat dan besar dari sebelumnya, yaitu amaliah Visico Qolava yang masih di satu kawasan tersebut. Beliau ikut serta dalam amaliah tersebut dan amaliah tersebut merupakan kebahagiaan tersendiri bagi beliau yang tidak dapat beliau gambarkan.

Beliau adalah seorang pemberani yang tidak mengenal rasa takut, ia selalu berbuat itsar (mementingkan keperluan orang lain) dan mengasihinya, dan orang sama heran bila berteman dengan beliau.

Setelah amaliah tersebut tepatnya pada tahun 1414 H. beliau pergi bergabung dengan Jam’iyah Ihya’ut Turots Al Islami Al Kuwaity dan bekerja bersama mereka di kota Turovinik dan tinggal disana selama beberapa saat, dan beliau pun menikah di Bosnia dengan orang asli Dagestan.

Beliau sangat keras dalam menindak kemungkaran di kota tersebut hingga beliau ditakuti oleh orang-orang fasiq di daerah itu. Bahkan sampai ke kawasan Karwat di daerah Fitiza. Dan tidak ada seorangpun dari orang-orang fasiq yang berani melewati daerah yang ditempati Abu Dujanah.

Sepanjang malam dan siang ia gunakan untuk berkhidmat kepada masyarakat Bosnia, khususnya menangani orang dewasa dan anak-anak hingga orang-orang yang berada di kota tersebut sangat cinta kepada ketawadhuan beliau dan ruhiyah beliau yang mulia. Beliau mampu menguasai bahasa Bosnia dengan sangat baik, oleh karena itu beliau dapat bergabung dan pergi bersama mujahidin di Turovinika dan beliau habiskan urusannya disana dan beribath bersama mereka.

Teman-temannya menyampaikan kabar kepadanya bahwa dalam waktu dekat ini mau ada amaliah, maka beliau pun bersiap-siap.

Disetiap amaliah (medan perang) beliau selalu kembali pada pertengahan jalan karena tidak dapat melanjutkan perjalanan karena beliau mengalami sakit hinga pada akhir amaliah selesai. Sehingga pada saat terjadi amaliah Falasyij yang kedua di waktu malam Arofah pada tahun 1415 H. beliau berangkat besama seoarang teman dengan berjalan kaki menuju musuh dan pada saat ini beliau tidak seperti biasanya ! beliau kelihatan tenang dan banyak menoleh kesana-kesini seakan-akan beliau melihat sesuatu.

Waktu amaliah dilakukan pada pukul 12.00 malam dan dimulailah pertempuran. beliau maju dengan membawa senjata RPG dan menghadang pasukan Serbia. Beliau bersama seorang teman yang bernama Musthofa Al Busnawy (orang Bosnia) hingga mendekat ke parit + sejarak 10 meter, dan beliau bersiap-siap menyerang Serbia, akan tetapi timah panas telah menembus leher beliau terlebih dahulu hingga beliau jatuh sebagai syuhada. Dan keluarlah dari mulut beliau seperti cahaya.

Akh Musthofa memeriksa tempat terbunuhnya beliau – untuk meletakkan jasad beliau – lalu ia pergi dan meninggalkan beliau dikarenakan dahsyatnya serangan musuh, dan para mujahidin pun widerawl (mundur). Dan akh Mustofa hampir-hampir tak mampu berjalan karena menangisi saudaranya “ Abu Dujanah “.

Ketika para mujahidin lainnya mendengar kejadian tersebut, maka komandan pasukan memerintahkan untuk meyakinkan keberadaan tempat terbunuhnya Abu Dujanah. Lalu komandan mengutus dua orang singa Allah untuk mengambil mayat Abu Dujanah. Ternyata benar Abu Dujanah telah terbunuh, akan tetapi mayat tersebut telah diserang oleh pasukan Serbia dan mayat tersebut disimpan oleh pasukan Serbia selama lebih dari dua bulan.

Kemudian Palang Merah menghubungi tentara Bosnia yang menghabarkan akan permintaan Serbia untuk menukar mayat. Dan ternyata diantara mayat-mayat itu ada mayat seorang arab. Lalu tentara Bosnia mengabarkan kepada mujahidin – bahwa diantara mayat tersebut adalah seorang arab -, lalu pergilah komandan dan diikuti oleh beberapa mujahidin.

Komandan tersebut berkata : “ Kami pergi ke tampat penyimpanan mayat dan kami dapatkan mayat-mayat yang baru saja terbunuh kurang lebih baru satu hari. Bau mayat-mayat tersebut sangat busuk. Lalu aku masuk dan berjalan diantara mayat-mayat hingga aku dapatkan peti mayat yang tertutup. Lalu peti itu aku angkat dengan seorang teman dan kami keluarkan mayat tersebut. Ternyata mayat tersebut dibungkus dengan jaitan nilon. Tentara memberi tahu kami bahwasanya mayat-mayat ini diantaranya ada mayat seorang arab yang tidak disimpan di dalam Almari Es untuk mayat, akan tetapi dicampakkan di tanah lapang. Lalu kami dekati saudara kami itu – mayat Abu Dujanah -. Lalu aku buka sendiri penutup itu dari arah kepala. Perasaan khawatir menggelayut di kepalaku dan kepala temanku, bagaimana keadaan mayat tersebut setelah dua bulan lebih ?, apakah telah dimakan ulat ? atau telah berubah kondisinya ? atau …… atau ….. atau ….. ? lalu aku mulai membuka tutup itu, tangan dan tubuhku tiba-tiba gemetar, karena ternyata wajahnya seperti bulan dan jenggotnya berwibawa yang memancarkan cahaya putih dan tubuhnya ….ternyata dia ….. dia…. Dan tidak ada perubahan sama sekali. Aromanya seperti aroma pohon Inai. Allah menyaksikan kejadian tersebut kemudian para ikhwah dan semua yang hadir pun menyaksikan hal tersebut.

Mayatnya telah berlalu dua bulan setengah tapi tidak berubah sama sekali hingga aromanya pun tidak berubah.

Allah telah mengasihi singa itu dan memberikan kepadanya seorang putri ( bernama Nauroh ), dan memberinya kebaikan dan hidayah. Sekarang ia berumur enam tahun dan tinggal bersama ibunya di Bosnia di kota Tuzela.

Selamat tinggal wahai Abu Dujanah. Semoga Allah memperbanyak bilangan orang-orang sholih dan mujahidin sepertimu.


from : kisah perjalanan peminang bidadari

Find Me On Facebook